Cari di Blog Ini

Followers

Saturday, October 8, 2016

Pelukis dan Penyair “Buaya Rawa” Itu Telah Pergi

Baca Juga

Ambo Angka
Ambo Angka


Mamuju Utara -  Kalau ajal telah menjemput, sedetikpun tidak ada kekuatan yang mampu menahannya.  Begitulah kehendak Allah SWT atas semua mahlukNya. Maka ajal, kematian  hanya  soal  waktu saja atas mahluk-mahluk bernyawa di atas  bundaran  bumi  ini.

Itulah takdir  Tuhan  atas kawan Ambo Angka, salah satu seniman yang dimiliki Mamuju Utara (Matra), Sulawesi Barat (Sulbar), di sela-sela gaya kesenimannya sebagai pelukis dan penyair, Tuhan memanggilnya, Jumat  (07/10/2016) di kediamannnya, Bambalamotu. Lalu, negeri penghasil  sawit  kehilangan sosok multi  talente dalam berkesenian dan bersastra.    
   
Ya, memang kreen dan hebatlah, seniman Ambo Angka. Dengan segalah kesahajaan, ia telah menggeluti  dunia  seni dari berbagai dimensi. Referensi  lenterasulawesi  cukup adalah  untuk menjelaskan lelaki lajang ini. Karena selain sebagai pelukis realis, ia juga adalah penyair  dimana sumur kosa kata sastra yang dimilikinya tak pernah kering.

“ . . . Pasangkayu, banyak  rawanya
di atas rawa banyak  buaya.”
 . . . . Buaya rawa aku tak gentar
Buaya darat,  minta pertolongan . . .” 

Itulah petikan puisi Ambo  yang cukup dihafal oleh rekan-rekan sejawatnya dari  kalangan jurnalis dan praktisi Lembaga Swadaya Masyarakat  (LSM). Karena memang  ia multi talenta, sekali waktu adalah jurnalis  yang  ulet, atau menjelma  jadi  LMSmer  yang  piawai berorasi membela  hak-hak  rakyat.

Ketika “Jaman Batu” – musim batu permata di tahun 2014 dan 2015, Ambo adalah pengrajin batu  permat. Gosokan-gosokan batu permatanya  paling  banyak  menghiasi  jari  manis wartawan. Karena memang  murah,  gratis tis tis tis dari Ambo.

Ambo punya cerita unik di “jaman batu” katanya, ia bisa berjam-jam  menelusuri  Sungai  Bambanglamotu  dengan  bertelanjang  kaki. Untuk mencari bahan baku gosokan permata. Sampai orang-orang  yang melihat  mengira  Ambo sudah “tidak sehat” – bahasa  setempat  untuk  menyatakan  gila.

“Tetapi justru sebaliknya, saya ini mencari  sehat dengan membiarkan kaki saya menyentuh batu-batu sungai itu. Semacam refleksilah,” kata Ambo ketika itu.

Kesenimanan seorang Ambo Angka, membuat dirinya cukup dikenal di Mamuju Utara. Sehar-harinya  ia  bisa  berkreasi dalam dunia lukis, syair dan meramu batu permata. Ia tidak komersil, cenderung apa adanya, demi menikmat dunia yang dicintainya itu.
Ciri  khas  Ambo  yang cenderung  apa  adanya membuat , ia begitu dikenal dan dicintai rekan-rekannyadari para jurnalis dan LSM. Oleh masyarakat sekitarnya, ia cukup dikenal. Bahkan oleh anak-anak ia gampang  dikenali  saat  duduk-duduk  memancing di  Dermaga Tanjanjung  Bakau milik PT Tanjung Sarana Lestari (TSL).

Dengan ciri dan kesehajaan sebagai seniman, Ambo adalah satu dari sekian sosok  seniman yang kita miliki. Respon dan bravo  untuknya perlu diberikan. Kecuali  kalo  hati  sudah gersan, seni  tidaklah  utuh untuk menyegarkan  rasa.

Namun  semuanya telah berlalu, ibarat  telenovela  seri  terakhir, Ambo Angka  telah  pergi  untuk  selamanya. Di tengah-tengah bayang wajahnya  yang  fenomenal, kita berdoa setulus dan seikhlas-ihklas. “Selamat  jalan kawan, semoga diberi  ruang lapang disisi  Allah  SWT .”  
LS

No comments:

Post a Comment

Komentar

Hak Cipta: @lenterasulawesi . Powered by Blogger.