Baca Juga
Ambo Angka |
Mamuju
Utara - Kalau ajal telah menjemput, sedetikpun
tidak ada kekuatan yang mampu menahannya.
Begitulah kehendak Allah SWT atas semua mahlukNya. Maka ajal, kematian hanya
soal waktu saja atas mahluk-mahluk
bernyawa di atas bundaran bumi
ini.
Itulah takdir Tuhan atas
kawan Ambo Angka, salah satu seniman yang dimiliki Mamuju Utara (Matra),
Sulawesi Barat (Sulbar), di sela-sela gaya kesenimannya sebagai pelukis dan
penyair, Tuhan memanggilnya, Jumat (07/10/2016)
di kediamannnya, Bambalamotu. Lalu, negeri penghasil sawit kehilangan
sosok multi talente dalam berkesenian
dan bersastra.
Ya, memang kreen dan
hebatlah, seniman Ambo Angka. Dengan segalah kesahajaan, ia telah
menggeluti dunia seni dari berbagai dimensi. Referensi lenterasulawesi cukup adalah
untuk menjelaskan lelaki lajang ini. Karena selain sebagai pelukis
realis, ia juga adalah penyair dimana
sumur kosa kata sastra yang dimilikinya tak pernah kering.
“ .
. . Pasangkayu, banyak rawanya
di
atas rawa banyak buaya.”
. . . . Buaya rawa aku tak gentar
Buaya
darat, minta pertolongan . . .”
Itulah petikan puisi
Ambo yang cukup dihafal oleh rekan-rekan
sejawatnya dari kalangan jurnalis dan
praktisi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Karena memang ia multi talenta, sekali
waktu adalah jurnalis yang ulet, atau menjelma jadi
LMSmer yang piawai berorasi membela hak-hak
rakyat.
Ketika “Jaman Batu” – musim
batu permata di tahun 2014 dan 2015, Ambo adalah pengrajin batu permat. Gosokan-gosokan batu permatanya paling
banyak menghiasi jari
manis wartawan. Karena memang
murah, gratis tis tis tis dari
Ambo.
Ambo punya cerita unik di
“jaman batu” katanya, ia bisa berjam-jam
menelusuri Sungai Bambanglamotu
dengan bertelanjang kaki. Untuk mencari bahan baku gosokan
permata. Sampai orang-orang yang
melihat mengira Ambo sudah “tidak sehat” – bahasa setempat
untuk menyatakan gila.
“Tetapi justru sebaliknya,
saya ini mencari sehat dengan membiarkan
kaki saya menyentuh batu-batu sungai itu. Semacam refleksilah,” kata Ambo
ketika itu.
Kesenimanan seorang Ambo
Angka, membuat dirinya cukup dikenal di Mamuju Utara. Sehar-harinya ia
bisa berkreasi dalam dunia lukis,
syair dan meramu batu permata. Ia tidak komersil, cenderung apa adanya, demi
menikmat dunia yang dicintainya itu.
Ciri khas Ambo yang cenderung apa
adanya membuat , ia begitu dikenal dan dicintai rekan-rekannyadari para
jurnalis dan LSM. Oleh masyarakat sekitarnya, ia cukup dikenal. Bahkan oleh
anak-anak ia gampang dikenali saat
duduk-duduk memancing di Dermaga Tanjanjung Bakau milik PT Tanjung Sarana Lestari (TSL).
Dengan ciri dan kesehajaan
sebagai seniman, Ambo adalah satu dari sekian sosok seniman yang kita miliki. Respon dan
bravo untuknya perlu diberikan. Kecuali kalo
hati sudah gersan, seni tidaklah
utuh untuk menyegarkan rasa.
Namun semuanya telah berlalu, ibarat telenovela seri terakhir,
Ambo Angka telah pergi untuk
selamanya. Di tengah-tengah bayang
wajahnya yang fenomenal, kita berdoa setulus dan
seikhlas-ihklas. “Selamat jalan kawan,
semoga diberi ruang lapang disisi Allah SWT
.”
LS
No comments:
Post a Comment
Komentar