Baca Juga
Warga Bunggu cari sesuap nasi di pinggir jalan |
PASANGKAYU,
lenterasulawesi - "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah
hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus
dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan".
Itulah sepenggal kutipan naskah Undang-undang Dasar 1945, dimana masih ada
sebahagian rakyat di Indonesia ini belum dapat merasakan arti sebuah kemerdekaan.
Seperti yang terjadi baru-baru ini sehari sebelum Hari Ulang
Tahun Kemerdekaan (HUT) RI ke73, tepatnya Kamis pagi (16/8/2018), terjadi
insiden di wilayah Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan sawit PT Pasangkayu yang
tergabung dalam Astra Agro Lestari (AAL) Grup Area Celebes 1, dimana HGU PT
Pasangkayu itu sebahagian masuk di wilayah Desa Pakawa dan Desa Gunung Sari,
Kecamatan Pasangkayu, Kabupaten Pasangkayu.
Adapun insiden terjadi saat beberapa warga masyarakat
komunitas Suku Bunggu yang tinggal di Dusun Salu Raiya, Desa Gunung Sari,
Kecamatan Pasangkayu itu menjajakan hasil kebunnya di lapak-lapak mereka buat
dengan menjual ubi jalar, ubi kayu, cabe, dan durian di usir oleh 2 orang oknum
Brimob, 1 Polisi dan 7 Satpam perusahaan PT Pasangkayu agar membongkar lapak
jualannya di pinggir jalan poros penghubung Desa Gunung Sari-Kelurahan
Martajaya, Kecamatan Pasangkayu, Kabupaten Pasangkayu, Sulawesi Barat (Sulbar)
dengan Desa Lalundu, Kecamatan Rio Pakawa, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah
(Sulteng) dengan alasan kalau parit yang di pinggir jalan itu akan di
bersihkan.
Salah seorang warga masyarakat Suku Bunggu yang ada saat
kejadian, Naru katakan, saat itu sebahagian teman-teman kami lagi berjualan di
lapak-lapak dan sebahagian lainnya di jalan, lalu muncullah oknum anggota
Brimob, Polisi dan Satpam perusahaan (PT Pasangkayu) turun dari mobil mengancam
dan menyuruh membongkar lapak jualan.
"Kami saat itu ada sekitar 20-an orang masyarakat Suku
Bunggu di ancam dengan senjata panjang Pak. Brimob menyuruh membongkar lapak
jualan kami dengan alasan akan di lakukan pembersihan parit," ungkap Naru.
Salah seorang tokoh adat Suku Bunggu yang juga saat ini masih
menjabat Kepala Desa Pakawa, Jaya menuturkan, kalau oknum Brimob di perusahaan
Astra Grup bukan kali ini saja melakukan hal serupa terhadap warga masyarakat
adat.
"Kejadian serupa sudah kerap kali terjadi pak. Padahal
saat warga masyarakat adat hanya menjajakan hasil kebunnya di lapak-lapak yang
mereka buat sendiri tanpa menggangu aktifitas perusahaan. Ini kan sama halnya
kalau kita belum mendapatkan kemerdekaan kami, walau itu kami hidup di tanah
ulayat sendiri. Dan saya berharap agar hal seperti ini tidak terulang
lagi," imbuh Jaya.
Ditempat yang sama, Kepala Dusun Salu Raiya, Neso menyesalkan
adanya kejadian yang di alami warganya. "Kami sangat sesalkan atas
kejadian itu Pak, dan berharap pihak perusahaan tidak seenaknya berbuat
demikian terhadap kami warga masyarakat adat disini Pak," harap Neso.
Terpisah, Community Development Officer (CDO) PT Pasangkayu,
Ofir menuturkan, terkait insiden yang terjadi antara Brimob, Polisi dan Satpam
perusahan dengan masyarakat, kami tidak tahu.
"Kejadian itu saya tidak tahu, dan semoga kedepan tidak
terulang. Namun juga perlu di ketahui, sebenarnya kami sudah sampaikan Kepala
Dusun Salu Raiya yaitu Pak Neso kalau di tempat itu (lapak jualan masyarakat)
rawan kecelakaan lalu lintas, karena itu persimpangan jalan, jangan sampai ada
kendaraan melaju kencang dan remnya blong bisa menabrak lapak jualan masyarakat
dan pasti akan terjadi persoalan lagi," ujar Ofir.
Pemerhati masyarakat adat Suku Bunggu, Amiruddin Dahlan sangat
menyayangkan adanya insiden yang terjadi antara pihak perusahaan dengan warga
masyarakat adat.
"Mereka warga masyarakat adat itu membuat lapak-lapak
dengan menjual hasil kebunnya untuk menafkahi keluarga mereka. Tapi ini kok di
takut-takuti dengan senjata. Mereka itu oknum Brimob dan Polisi merupakan abdi
negara yang harus melayani, mengayomi dan melindungi masyarakat, tapi ini
sebaliknya. Ini kan lucu, kok ada abdi negara yang mau di jadikan kaki tangan
oleh perusahaan dalam menindas masyarakatnya sendiri," cibir Udin.
Udin berharap, agar pihak perusahaan tidak lagi menggunakan
oknum Brimob dan Polisi, karena warga masyarakat adat trauma dengan beberapa
kali terulang kejadian yang sama.
"Kami selaku pemerhati masyarakat adat Suku Bunggu di
Kabupaten Pasangkayu agar hal ini mendapat perhatian dari pemangku kebijakan,
baik itu Bupati dan Gubernur, DPRD Kabupaten dan Prvinsi serta Pusat di Senayan
agar mengkaji penggunaan oknum Brimob dan Polisi di perusahaan perkebunan sawit
di Kabupaten Pasangkayu," pungkasnya.
(nis/rdk/LS)
No comments:
Post a Comment
Komentar