Cari di Blog Ini

Followers

Saturday, August 25, 2018

Cari Sesuap Nasi di Pinggir Jalan Perusahaan Sawit, Masyarakat Adat Bunggu Diancam Oknum Brimob

Baca Juga

Warga Bunggu cari sesuap nasi di pinggir jalan
Warga Bunggu cari sesuap nasi di pinggir jalan


PASANGKAYU, lenterasulawesi - "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan". Itulah sepenggal kutipan naskah Undang-undang Dasar 1945, dimana masih ada sebahagian rakyat di Indonesia ini belum dapat merasakan arti sebuah kemerdekaan.

Seperti yang terjadi baru-baru ini sehari sebelum Hari Ulang Tahun Kemerdekaan (HUT) RI ke73, tepatnya Kamis pagi (16/8/2018), terjadi insiden di wilayah Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan sawit PT Pasangkayu yang tergabung dalam Astra Agro Lestari (AAL) Grup Area Celebes 1, dimana HGU PT Pasangkayu itu sebahagian masuk di wilayah Desa Pakawa dan Desa Gunung Sari, Kecamatan Pasangkayu, Kabupaten Pasangkayu.

Adapun insiden terjadi saat beberapa warga masyarakat komunitas Suku Bunggu yang tinggal di Dusun Salu Raiya, Desa Gunung Sari, Kecamatan Pasangkayu itu menjajakan hasil kebunnya di lapak-lapak mereka buat dengan menjual ubi jalar, ubi kayu, cabe, dan durian di usir oleh 2 orang oknum Brimob, 1 Polisi dan 7 Satpam perusahaan PT Pasangkayu agar membongkar lapak jualannya di pinggir jalan poros penghubung Desa Gunung Sari-Kelurahan Martajaya, Kecamatan Pasangkayu, Kabupaten Pasangkayu, Sulawesi Barat (Sulbar) dengan Desa Lalundu, Kecamatan Rio Pakawa, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah (Sulteng) dengan alasan kalau parit yang di pinggir jalan itu akan di bersihkan.

Salah seorang warga masyarakat Suku Bunggu yang ada saat kejadian, Naru katakan, saat itu sebahagian teman-teman kami lagi berjualan di lapak-lapak dan sebahagian lainnya di jalan, lalu muncullah oknum anggota Brimob, Polisi dan Satpam perusahaan (PT Pasangkayu) turun dari mobil mengancam dan menyuruh membongkar lapak jualan.

"Kami saat itu ada sekitar 20-an orang masyarakat Suku Bunggu di ancam dengan senjata panjang Pak. Brimob menyuruh membongkar lapak jualan kami dengan alasan akan di lakukan pembersihan parit," ungkap Naru.

Salah seorang tokoh adat Suku Bunggu yang juga saat ini masih menjabat Kepala Desa Pakawa, Jaya menuturkan, kalau oknum Brimob di perusahaan Astra Grup bukan kali ini saja melakukan hal serupa terhadap warga masyarakat adat.

"Kejadian serupa sudah kerap kali terjadi pak. Padahal saat warga masyarakat adat hanya menjajakan hasil kebunnya di lapak-lapak yang mereka buat sendiri tanpa menggangu aktifitas perusahaan. Ini kan sama halnya kalau kita belum mendapatkan kemerdekaan kami, walau itu kami hidup di tanah ulayat sendiri. Dan saya berharap agar hal seperti ini tidak terulang lagi," imbuh Jaya.

Ditempat yang sama, Kepala Dusun Salu Raiya, Neso menyesalkan adanya kejadian yang di alami warganya. "Kami sangat sesalkan atas kejadian itu Pak, dan berharap pihak perusahaan tidak seenaknya berbuat demikian terhadap kami warga masyarakat adat disini Pak," harap Neso.

Terpisah, Community Development Officer (CDO) PT Pasangkayu, Ofir menuturkan, terkait insiden yang terjadi antara Brimob, Polisi dan Satpam perusahan dengan masyarakat, kami tidak tahu.

"Kejadian itu saya tidak tahu, dan semoga kedepan tidak terulang. Namun juga perlu di ketahui, sebenarnya kami sudah sampaikan Kepala Dusun Salu Raiya yaitu Pak Neso kalau di tempat itu (lapak jualan masyarakat) rawan kecelakaan lalu lintas, karena itu persimpangan jalan, jangan sampai ada kendaraan melaju kencang dan remnya blong bisa menabrak lapak jualan masyarakat dan pasti akan terjadi persoalan lagi," ujar Ofir.

Pemerhati masyarakat adat Suku Bunggu, Amiruddin Dahlan sangat menyayangkan adanya insiden yang terjadi antara pihak perusahaan dengan warga masyarakat adat.

"Mereka warga masyarakat adat itu membuat lapak-lapak dengan menjual hasil kebunnya untuk menafkahi keluarga mereka. Tapi ini kok di takut-takuti dengan senjata. Mereka itu oknum Brimob dan Polisi merupakan abdi negara yang harus melayani, mengayomi dan melindungi masyarakat, tapi ini sebaliknya. Ini kan lucu, kok ada abdi negara yang mau di jadikan kaki tangan oleh perusahaan dalam menindas masyarakatnya sendiri," cibir Udin.

Udin berharap, agar pihak perusahaan tidak lagi menggunakan oknum Brimob dan Polisi, karena warga masyarakat adat trauma dengan beberapa kali terulang kejadian yang sama.

"Kami selaku pemerhati masyarakat adat Suku Bunggu di Kabupaten Pasangkayu agar hal ini mendapat perhatian dari pemangku kebijakan, baik itu Bupati dan Gubernur, DPRD Kabupaten dan Prvinsi serta Pusat di Senayan agar mengkaji penggunaan oknum Brimob dan Polisi di perusahaan perkebunan sawit di Kabupaten Pasangkayu," pungkasnya.
(nis/rdk/LS)

No comments:

Post a Comment

Komentar

Hak Cipta: @lenterasulawesi . Powered by Blogger.