Baca Juga
Jaya |
Jaya, salah seorang tokoh masyarakat Bunggu yang ditemui di
pondok kebunnya, Sabtu (25/08/2018) beberkan ketidak berdayan orang Bunggu yang
hidup di seputaran perkebunan milik PT Pasangkayu anak perusahaan dari PTAstra Agro Lestari (AAL). Jaya melihat
kepekaan PBS tersebut semakin menipis atas penderitaan dan kemiskinan yang
dialami oleh orang-orang Bunggu.
“Rasanya kami belum nikmat kemerdekaan di tengah keberadaan
perusahaan perkebunan,” tandas Jaya
Dipaparkan lebih lanjut oleh Kepala Desa Pakawa ini, dalam
kronologi keberadaan PT Pasangkayu, sebelum HGU-nya diolah menjadi kebun,
masyarakat Bunggu sudah mendiami lokasi ini secara turun temurun. Mereka hidup
dari berkebun dan memanfaatkan hasil hutan dari lingkungan sekitarnya.
“Menurut aturan yang
saya ketahui, perusahaan yang akan garap HGU-nya, terlebih dahulu harus
tunjukkan titik kordinat luasan yang
sebenaranya. Apabila dalam lokasi tersebut ada masyarakat, mereka di-inclave
atau direlokasi dengan ganti rugi material. Kemudian masyarakat juga menurut
aturan dilibatkan dalam perkebuna dengan pola PIR (Perkebunan Inti Rakyat,
red.) atau biasa juga disebut plasma,” papar Jaya.
Selanjutnya, Jaya juga sampaikan bahwa antara masyarakat lokal Bunggu dan
pihak PBS khususnya PT. Pasangkayu. Anak
perusahaan PT AAL tersebut belum
sepenuhnya memenuhi tanggungjwab sosial dalam bentuk Corporate Social Responsibility (CSR),
sebagai diatur dalam regulasi Undang-Undang
No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) serta Peraturan
Pemerintah No. 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan
Perseroan Terbatas (PP 47/2012)
Masyarakat lokal Bunggu di Dusun Saluraya, Desa Gunung Sari, Kab. Pasangkayu |
Menyoal tentang PIR
seperti yang diurai Jaya, pihak PBS cenderung mengabaikan dasarr legal pola perkebunan ini sebagaimana Instruksi Presiden (Inpres)
No.1 Tahun 1986 tentang Pengembangan Perkebunan dengan pola Perusahaan Inti
Rakyat . Dalam model ini, perusahaan
inti punya keharusan menyiapkan lahan kebun sawit bagi rakyat atau (petani)
plasma. Setelah sekitar empat tahun sejak penanaman (awal produksi), perusahaan
mengalihkan pengelolaan kepada para petani tetapi tetap di bawah pengawasan
perusahaan, dan para petani plasma punya
keharusan menjual hasil produksi kepada perusahaan.
Atas komentar Jaya tersebut, referensi keberadaan PT. Pasangkayu di Kabupaten
Pasngkayu. Pemkab. Mamuju Utara (sekarang Pasangkayu), pada tahun 2004 silam telah membuat indentifikasi pokok-pokok
permasalahan. Bupati waktu itu, Ir. H.
Abdullah Rasyid, keluarkan rekomedasi Surat Nomor 593.7130IV2004 tanggal
1 Juni 2004 yang megacu pada Surat
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertahanan Nasional Provinsi Sulawesi selatan Nomor : 500-629—53,
tanggal 07 juni 2004, Menyebutkan bahwa PT. PASANGKAYU dengan HGU, Luas:
9.319 Ha. Gs nomor: GSSU 311994, letak Desa Martajaya , Kec. Pasangkayu,
Kab. Mamuju Utara.
Juga berdasarkan hasil
Identifikasi, bahwa terjadi okupasi di atas areal HGU PT. Pasangkayu
seluas, 1.263,50 ha. atas areal pada Afdeling Alfa (A)
93 Ha, Beta (B) 92,22 Ha, Fanta (F) 10 Ha, Golok (G) 838,50 Ha, Hotel (H)
229,00 Ha. Karena ada tanaman yang ada diatasnya terdiri dari, Coklat,
Jeruk, Tanaman pelangi, Sagu, Pisang, Kelapa dan bagunan milik
masyarakat.
Pada afdeling Golok (G) dengan luas area HGU yaitu 920
Ha, yang dapat ditanami perusahaan hanya seluas 260 Ha, hal itu
disebabkan krena terdapat pemukiman penduduk berupa perkampungan dan terdapat
pula rumah-rumah penduduk sebanyak kurang lebih 75 rumah dengan jumlah kurang
lebih 200 KK. Dilokasi tersebut Desa Pakava /Bamba Apu ,dengan sarana
antara lain, Pasar desa, Kantor desa, Sekolah 2 buah, Gereja 2 buah, Musallah 1
buah dan Puskesmas pembantu.
Disebutkan pula dalam rekomendasi bahwa pada Afdeling Hotel (H) luas area
HGU 900 Ha, yang dapat ditanami oleh perusahaan hanya seluas 669 Ha, bahwa arel
yang tidak dapat ditanami/dikelolah oleh perusahaan karena terdapat tanaman dan bangunan rumah panggung
milik masyarakat dengan rincian , Coklat seluas kurang lebih 6 Ha, Pemukiman
penduduk seluas kurang lebih 20 Ha, Jumlah penduduk kurang lebih 75 orang.
Meskipun telah mendapat perhatian serius dari Pemkab. Mamuju
Utara, yang meminta kepada PT. Pasangkayu untuk tidak menggarap areal yang
menjadi okupasi, bangunan dan pemukiman
masyarakat lokal Binggi, namun perusahaan dibawah payung PT. AAL ini tetap saja melakukan penanaman dan
merensek masyarakat lokal Binggi hingga ke pinggiran gunung.
LS
No comments:
Post a Comment
Komentar