Baca Juga
Penggalian material dari Sungai Mamasa |
Mamasa – Proyek Pengendalian Banjir dan Normalisasi
Sungai Mamasa tahun anggaran 2015 yang berlokasi di Rante Tolampa Desa
Rabusaratu, Kecamatan Mamasa, Kabupaten Mamasa, Provinsi Sulawesi Barat
(Sulbar) yang hampir rampung Desember 2015 terindikasi merusak ekosistem dan
struktur sungai.
Selain terindikasi merusak sungai, masyarakat yang berada
di seputaran dinding penahan banjir tersebut juga mengeluhkan tingginya yang
mencapai 6 meter dan cukup mengganggu aktvitas mereka bila ingin ke sungai. Bukan
cuma itu, masyarakat sangat khawatir, bila dinding penahan banjir ini cebol
bakal menimbulkan kerusakan bagi rumah-rumah mereka serta areal persawahan juga
bakal rusak.
Bupati Mamasa, H Ramlan Badawi yang ditemui wartawan di lokasi
proyek (19/12/2015) lalu juga berkomentar tentang tingginya tembok penahan
banjir tersebut, sehingga mengganggu pemandangan dan sangat gampang roboh sebab
tidak memiliki kemiringan (elevasi) yang signifikan terhadap tebing sungai.
“Menurut saya, dinding penahan banjir ini terlalu tinggi
dan tegak, bisa tidak tahan terhadap derasnya air jika banjir. Proyek ini tidak
ada koordinasi pemberitahuan dengan pemerintah setempat, sebagai stakeholder
harus juga tahu walaupun secara teknis tidak ada keterlibatan pemerintah
kabupaten sama sekali,” papar Ramlan.
Oleh Ramlan, proyek dari Balai Wilayah Sungai Sulawesi (BWS)
III, Satker
Non-Vertikal Tertentu (SNVT) Kaluku-Karama, Sulbar dengan nilai milyaran rupiah
ini kurang pengawasan, sehingga terkesan dikerja secara tidak profesional oleh
pihak pelaksana. Karena menurutnya, proyek ini sejatinya adalah bagian dari
pelestarian sungai, termasuk menjaga ekosistem dan struktur sungai. Namun yang
terjadi, material dari sungai seperti batu dan kerikil digali untuk dipakai
dalam proyek ini.
“Karena proyek ini milik balai, ya, secara teknis pemerintah kabupaten
tidak memiliki keterkaitan, dan itulah yang terjadi, apa yang kita lihat di
Sungai Mamasa,” ketusnya.
Selain dikomentari Bupati Ramlan, proyek yang dikerjakan oleh dua
kontraktor nasional, PT Andyna Putri Pratama dengan anggaran
proyek dalam rupiah murni Rp 14,893,540,000 dan PT Putra Mayapada nilai kontrak
Rp 34,783,439,000 juga mendapat respon dari Wakil Bupati Mamasa, Victor
Paotonan.
Menurut Victor diwawancara wartawan (26/12/205) lalu,
adalah sangat disesalkan bila proyek mahal ini akan menjadi sia-sia, karena
tidak memiliki daya tahan terhadap derasnya air Sungai Mamasa. Apalagi setelah
dasar sungai dikerok oleh pihak pelaksana karena mengambil material.
“Sebenarnya dasar sungai tidak boleh dikeruk kalau hanya
mau membuat dinding penahan banjir. Karena akibat dari pengerukan tersebut,
dasar sungai mengalami pergeseran, apalagi jika terjadi banjir. Ini bisa
membuat daya tahan dinding penahan menjadi lemah dan jebol,” tambahnya.
Dikatakan pula oleh Victor, bahwa kelemahan dari proyek
nasional seperti memang ada, sebab tidak melibatkan pemerintah daerah yang
lebih paham pada kondisi dan situasi daerah. Namun karena begitulah
regulasinya, mau apa lagi.
“Makanya, ke depan, kita harapkan proyek-proyek semacam
ini bisa melalui anggaran perbantuan, sehingga pemerintah daerah dapat terlibat
dan bertanggungjawab atas kegiatan tersebut,” kata Victor.
Sementara itu, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Mamasa,
David Bambalayuk diwawancara (27/12/2015) katakan bahwa proyek
pengendalian banjir dan normalisasi Sungai Mamasa, DPRD tidak punya kewenangan
dalam pengawasannya. Namun ia juga katakan kalau proyek pemerintah dan
menggunakan uang negara itu harus dikerjakan dengan sebaik-baiknya untuk
kepentingan masyarakat.
“Kalau ada keluhan dari masyarakat akibat imbas dari
proyek ini seperti pengerusakan sungai serta buruknya kualitas hasil pekerjaan
dari pelaksana. Itu tentu sangat disesalkan. Mungkin karena lemahnya pengawasan
serta tidak adanya perencanaan yang matang. Tapi hanya sebatas itu. Kami tidak
punya kewenangan lebih jauh dalam pengawasan, karena ini anggarannya bukan
bersumber dari APBD.” Kunci David
(tur/kas/ls)
No comments:
Post a Comment
Komentar