Cari di Blog Ini

Followers

Sunday, February 28, 2016

Aliansi Indonesia Tengarai Penggelapan Uang Negara Pada Proyek Penahan Banjir dan Normalisasi Sungai Mamasa?

Baca Juga

Joni Dettumanan    (foto: Kasianus J)
MamasaRuntuhnya dinding talud pada proyek Pengendalian Banjir dan Normalisasi Sungai Mamasa, Jumat (12/02/2016) lalu dinilai oleh Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Mamasa Aliansi Indonesia(AI), Joni Dettumanan sebagai kegagalan pihak pelaksana (rekanan, red) dalam bekerja dan juga kegagalan pihak Balai Wilayah Sungai (BWS) Sulawesi III di Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng). Khususnya  pihak Satker Non-Vertikal Tertentu (SNVT) Kaluku-Karama, Sulbar.

Joni Dettumanan menilai, kelemahan utama pada perencanaan yang tidak matang karena tidak mempertimbangkan kondisi alam obyek (Sungai Mamasa). Ia juga katakan kalau penggunaan batu-batu sungai berukuran besar tidak efektif menjadi dinding talud, sebab gampang retak.

“Sebagai orang yang pernah bergelut di konstruksi, dalam pengamatan saya dari sudah menemukan kegajilan. Karena penempatan dinding talud tidak sepenuhnya memiliki pondasi yang digali dengan kedalam tertentu. Konstruksi dasarnya juga memang sangat lembek. Apalagi menggantung, karena kedalaman sungai digali melewati galian pundasinya yang dangkal. Ditambah lagi penggunaan pasir gunung, bukan pasir sungai, ini mempercepat keretakan,” papar Joni.

Ketua DPC AI Mamasa ini juga melihat keanehan dalam pembuatan dinding penahan banjir ini. Dimana pihak pelaksana  seolah membuat membuat kotak-kotak  kosong yang panjang, lalu diisi material  dalamnya, seperti batu besar, pasir dan tanah.

“Jadi tidak semua batu kali dan batu gunung yang terpasang pada dinding talud itu direkat dengan campuran semen. Tengahnya hanya batu-batu, pasir, kerikil dan tanah. Bagaimana bisa kuat terhadap terjangan air. Makanya, baru banjir setengah sungai, yang situasi airnya norma-normal saja, sudah abrol itu bangunan,” tambah Joni lagi.

Meskipun begitu, Joni Dettumanan, tidak berani mengatakan kalau robohnya talud Sungai Mamasa yang dikerjakan oleh dua kontraktor nasional, PT Andyna Putri Pratama dengan anggaran proyek dalam rupiah murni Rp 14,893,540,000 dan PT Putra Mayapada nilai kontrak Rp 34,783,439,000 itu. Tidak sesuai dengan Rencana Asli Bangunan (RAB). Karena itu perlu pembuktian lebih lanjut.

Namun yang pasti, Joni tengarai adanya indikasi penggelapan uang negara atas pembelian material. Ia paparkan kalau, pelaksana proyek secara terang-terangan mengambil material dari sungai, seperti batu kali, pasir dan krikil. Ini tentunya sudah bertentangan dengan aturan sebab dalam penyusunan anggaran proyek, material-material itu tidak direkomendasikan untuk diambil dari lokasi proyek.

“Kalau mengambil material dari sungai secara cuma-cuma (gratis, red), berarti ada upaya mengurangi biaya pembelian material. Lalu uang pembelian material yang tidak terpakai sesuai itu akan dikemenakan. Apakah mau diambil atau dikembalikan,” tanya Joni.

Ditambahkannya pula, karena ingin meraup keuntungan dari pembelian material, pihak pelaksana menggali dan mengeruk sungai tanpa pertimbangan. Inilah yang membawa petaka, dinding-dinding penahan banjir itu tergantung dan mengalami keretakan hingga longsor.

Dugaan sementara DPC AI Mamasa, ketidakbijakan pihak pelaksana mengambil material dari sungai, selain merusak ekosistem Sungai Mamasa. Pihaknya tengarai adanya dugaan penggelapan uang negara. Makanya, lembaganya akan terus menelusuri sinyalemen ini. Bahkan ia akan membuat laporan lengkap ke pihak-pihak terkait, aparat penegak hukum, Kementerian (Pekerjaan Umum) PU dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kalau perlu.

“Kita tidak bisa diamkan masalah ini, karena menyangkut kepentingan Mamasa secara keseluruhan. Bagaimana  jadinya kalau talud Sungai Mamasa itu dikemudian hari hanya akan membawa bencana yang lebih besar bagi masyarakat, karena sungai telah rusak akibat tertimbun longsoran tembok-tembok itu,” kuncinya.

LS


No comments:

Post a Comment

Komentar

Hak Cipta: @lenterasulawesi . Powered by Blogger.