Joni Dettumanan (foto: Kasianus J) |
Mamasa – Runtuhnya
dinding talud pada proyek Pengendalian Banjir dan Normalisasi Sungai Mamasa,
Jumat (12/02/2016) lalu dinilai oleh Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Mamasa
Aliansi Indonesia(AI), Joni Dettumanan sebagai kegagalan pihak pelaksana (rekanan,
red) dalam bekerja dan juga kegagalan pihak Balai Wilayah Sungai (BWS) Sulawesi III di
Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng). Khususnya pihak Satker Non-Vertikal Tertentu (SNVT) Kaluku-Karama,
Sulbar.
Joni Dettumanan menilai, kelemahan utama pada perencanaan yang tidak
matang karena tidak mempertimbangkan kondisi alam obyek (Sungai Mamasa). Ia
juga katakan kalau penggunaan batu-batu sungai berukuran besar tidak efektif
menjadi dinding talud, sebab gampang retak.
“Sebagai orang yang pernah bergelut di konstruksi, dalam pengamatan saya
dari sudah menemukan kegajilan. Karena penempatan dinding talud tidak sepenuhnya
memiliki pondasi yang digali dengan kedalam tertentu. Konstruksi dasarnya juga
memang sangat lembek. Apalagi menggantung, karena kedalaman sungai digali
melewati galian pundasinya yang dangkal. Ditambah lagi penggunaan pasir gunung,
bukan pasir sungai, ini mempercepat keretakan,” papar Joni.
Ketua DPC AI Mamasa ini juga melihat keanehan dalam pembuatan dinding
penahan banjir ini. Dimana pihak pelaksana seolah membuat membuat kotak-kotak kosong yang panjang, lalu diisi material dalamnya, seperti batu besar, pasir dan tanah.
Baca Juga
“Jadi tidak semua batu kali dan batu gunung yang terpasang pada dinding
talud itu direkat dengan campuran semen. Tengahnya hanya batu-batu, pasir,
kerikil dan tanah. Bagaimana bisa kuat terhadap terjangan air. Makanya, baru
banjir setengah sungai, yang situasi airnya norma-normal saja, sudah abrol itu
bangunan,” tambah Joni lagi.
Meskipun begitu, Joni Dettumanan, tidak berani mengatakan kalau robohnya
talud Sungai Mamasa yang
dikerjakan oleh dua kontraktor nasional, PT
Andyna Putri Pratama dengan anggaran proyek dalam rupiah murni Rp
14,893,540,000 dan PT Putra Mayapada nilai kontrak Rp 34,783,439,000 itu. Tidak
sesuai dengan Rencana Asli Bangunan (RAB). Karena itu perlu pembuktian lebih
lanjut.
Namun yang pasti, Joni tengarai adanya indikasi
penggelapan uang negara atas pembelian material. Ia paparkan kalau, pelaksana
proyek secara terang-terangan mengambil material dari sungai, seperti batu
kali, pasir dan krikil. Ini tentunya sudah bertentangan dengan aturan sebab
dalam penyusunan anggaran proyek, material-material itu tidak direkomendasikan
untuk diambil dari lokasi proyek.
“Kalau mengambil material dari sungai secara cuma-cuma (gratis,
red), berarti ada upaya mengurangi biaya pembelian material. Lalu uang pembelian
material yang tidak terpakai sesuai itu akan dikemenakan. Apakah mau diambil
atau dikembalikan,” tanya Joni.
Ditambahkannya pula, karena ingin meraup keuntungan dari pembelian material, pihak pelaksana menggali dan mengeruk sungai tanpa pertimbangan. Inilah yang membawa petaka, dinding-dinding penahan banjir itu tergantung dan mengalami keretakan hingga longsor.
Dugaan sementara DPC AI Mamasa, ketidakbijakan pihak
pelaksana mengambil material dari sungai, selain merusak ekosistem Sungai
Mamasa. Pihaknya tengarai adanya dugaan penggelapan uang negara. Makanya,
lembaganya akan terus menelusuri sinyalemen ini. Bahkan ia akan membuat laporan
lengkap ke pihak-pihak terkait, aparat penegak hukum, Kementerian (Pekerjaan
Umum) PU dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kalau perlu.
“Kita tidak bisa diamkan masalah ini, karena menyangkut
kepentingan Mamasa secara keseluruhan. Bagaimana jadinya kalau talud Sungai Mamasa itu
dikemudian hari hanya akan membawa bencana yang lebih besar bagi masyarakat,
karena sungai telah rusak akibat tertimbun longsoran tembok-tembok itu,” kuncinya.
LS
No comments:
Post a Comment
Komentar