Baca Juga
AKP Syamsuriansyah, SE (Foto: dok, LS) |
Mamasa – Setelah
Ambrolnya talud pada proyek Pengendalian Banjir dan Normalisasi Sungai Mamasa,
Jumat Jumat (12/02/2016) lalu. Lalu menjadi trending topik nitezen di media
sosial (medsos) dan head line (HL) sejumlah media on line (OL). Dua penegak
hukum, Kepolisian Resor (Polres) Mamasa dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Mamasa
mulai lakukan penyelidikan dan saling
berkordinasi. Bahkan dua dari tri justice system ini sedang gadang-gadang
lakukan penyelidikan bersama. E e eh, Kejaksan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan
dan Barat (Sulselbar) turun. Apa pasal ya, apakah Polres dan Kejari Mamasa kurang
mampu sebelum bekerja?
Soal “turuntangannya” Kejati
Sulselbar dalam penanganan amrolnya talud pada proyek Balai Wilayah Sungai (BWS) Sulawesi III,
SNVT Kaluku – Karama, Sulawesi Barat (Sulbar) yang dikerjakan oleh dua
kontraktor nasional, PT Andyna Putri Pratama dengan anggaran
proyek dalam rupiah murni Rp 14,893,540,000 dan PT Putra Mayapada nilai kontrak
Rp 34,783,439,000 ini, dikatakan oleh Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Mamasa,
Fauzan, SH, Senin (29/02/2016).
Berikut transliterasi hasil
wawancara dengan Kajari Mamasa terkait proyek penanggulangan dan normalisasi
Sungai Mamasa tersebut.
“ . . . oh itu sekarang
ditangai Kejati (Kejaksaan Tinggi Sulselbar, red). Kita tidak menangani lagi.
Silahkan konfirmasikan ke Kejaksaan Tinggi, saya tidak punya kewenangan. . .
tim dari Kejati kan datang.”
Kajari Mamasa ini juga
menyampaikan bahwa tim dari Kejaksaan Tinggi Sulselbar itu datang pada, Minggu
(28/02/2016). Dengan demikian pihaknya tidak punya kewenangan lagi untuk
meneruskan ke proses selanjutnya.
Sementara itu pihak Polres
Mamasa yang dikonfirmasi mengenai perkembangan hasil penyelidikannya terkait
penanggulangan banjir dan normalisasi Sungai Mamasa. Melalui Kepala Satuan (Kasat)
Reserse Kriminal (Reskrim), Ajun Komisaris Polisi (AKP), Syamsuriansyah, SE,
memberika tanggapan “menyengat.” dengan mengatakan kalau pihak Polres Mamasa
memiliki pengalaman “kurang enak” dengan model overlapping (tumpangtindi) dari
Kejati Sulselbar tersebut.
“Kami punya pengalaman,
ketika sementara lakukan penyelidikan terkait dugaan tipikor (tindak pidana
korupsi, red) pada Komisi Pemilihan Umum (KPU) Mamasa, tiba-tiba diambilalih
oleh Kejati. Ujung-ujungnya dikembalikan juga pada kami dengan alasan,
penyelidikan lebih duluan dilakukan oleh Polres. Padahal, pihak Kejati telah
melakukan pemanggilan pada pihak terkait. Maka ketika kami lakukan pemanggilan
ulang, mereka yang dipanggil itu berdali, sudah diperiksa Kejati. Ya, betulah,”
papar Syamsuriansyah.
Selain itu, Kasat Reskrim
Polres Mamasa ini juga mencontohkan, saat pihak Polres lakukan penyelidikan terkait
Dana Bantuan Sosial (Bansos) yang
ditengarai melibatkan sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) priode 2009 – 2014. Lagi-lagi pihak
Kejati Sulselbar mengambilalih. Setelah dilakukan pemanggilan terhadap sejumlah
oknum terkait, pihak Kejati hentikan penyelidikan. Alasannya tidak cukup bukti.
![]() |
Talud penanggulangan banjir dan normalisasi Sungai Mamasa yang ambrol, Jumat (12/02/2016) lalu |
Meskipun demikian, terkait
proyek penanggulangan banjir dan normalisasi Sungai Mamasa ini, pihaknya akan
berkordinasi ke Kepolisian Daerah (Polda) Sulselbar bahkan kalau perlu menyerahkan
indikasi tipikor tersebut ke Polda.
Syamsuriansyah juga katakan
kalau pihak Polres Mamasa, sejak Desember tahun 2015 silam telah melakukan
penyelidikan terkait masalah yang menimpah Sungai Mamasa tersebut. Karena ada
sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang melaporkan. Sementara pihak
Kejati Sulselbar baru turun tangan pasca ambrolnya talud sungai tersebut, 12
Februari 2016 lalu.
LS
No comments:
Post a Comment
Komentar