Cari di Blog Ini

Followers

Sunday, February 28, 2016

Arus Wacana Seputar Bobroknya Proyek Pengendalian Banjir dan Normalisasi Sungai Mamasa Kemana Ujungnya?

Baca Juga


Marthinus Tiranda dan Yohannes Karaton
Marthinus Tiranda: Kami Tunggu Kerja Kepolisian dan Kejaksaan Dulu
Mamasa – Pasca ambrolnya talud pada proyek Pengendalian Banjir dan Normalisasi Sungai Mamasa, Jumat Jumat (12/02/2016) lalu. Lalu menjadi trending topik nitezen di media sosial (medsos) dan head line (HL) sejumlah media on line (OL). Sejumlah stakeholder dan penegak hukum mulai berwacana. Namun hingga kini kisaran diskursus tersebut berangsur-angsur memudar.  
Semula pihak Kepolisian Resor (Polres) Mamasa telah mengindikasikan adanya ketidakberesan dibalik proyek yang dikerjakan oleh dua kontraktor nasional, PT Andyna Putri Pratama dengan anggaran proyek dalam rupiah murni Rp 14,893,540,000 dan PT Putra Mayapada nilai kontrak Rp 34,783,439,000 itu.
Menurut Kepala Satuan (Kasat) Reserse Kriminal (Reskrim) Polres Mamasa, Ajun Komisaris Polisi (AKP), Syamsuriansah, SE, bahwa pekerjaan penanggulangan banjir itu dari awal sudah terindikasi adanya pelanggaran.
 “Kami pernah mengundang pihak pelaksana  untuk klarifikasi karena terindikasi menggunakan solar  (BBM, red) ilegal. Sejatinya, kegiatan itu harus menggunakan BBM industri. Tapi tidak pernah digubris padahal itu adalah pelanggaran,” kata Syamsuriansah kepada media, Jumat (12/02/2016) lalu.
Karena itu menjadi catatan pihak Polres. Kemudian setelah talud pengendali  banjir  tersebut roboh Syamsuriansah semuanya akan terbuka lebar. Semua borok dan hal-hal yang tidak beres pada proyek tersebut akan keliatan.
Selang beberapa hari kemudian, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) melalui Wakil Ketua, Martinus Tiranda membuat wacana pula akan dibentuknya Panitia Khusu (Pansus) menangangi masalah ini. Karena ini menyangkut kepentingan rakyat banyak di Mamasa.
Marthinus Tiranda yang ditemani Ketua Komisi I Yohannes Karatong, Rabu (24/02/2016) kemudian kembali menegaskan kepada wartawan bahwa proyek pengendali banjir dan normalisasi Sungai Mamasa yang menelan anggaran milyaran rupiah tersebut memang diattensikan oleh DPRD.
“Meskipun proyek ini dikerjakan oleh balai (Balai Wilayah Sungai Sulawesi III, red) dan tidak ada kewenangan DPRD untuk melakukan pengawasan. Tetapi kalau amburadul begitu, baru diterjang banjir kecil sudah ambruk kami akan turun tangan. Karena ini menyangkut kepentingan daerah,” kata Marthinus Tiranda.
Wakil Ketua DPRD Mamasa ini memaparkan, meskipun dirinya bukan berbasis teknik tetapi secara kasat mata memang banyak kelemahan-kelemahan dan pengerjaan proyek tersebut, misalnya penggalian dasar sungai untuk diambil materialnya. Kemudian konstruksi fisik dinding pada tebing sungai yang terlalu tinggi, hingga mencapai 6 meter.
“Meskipun kami bukan orang teknik, secara jelas terlihat bahwa talud penahan banjir itu sangat tidak ideal untuk kondisi Sungai Mamasa yang arus airnya cukup deras,” tambahnya.
Kemudian mengenai akan dibentuknya Pansus oleh DPRD terkait proyek tersebut, Marthinus Tiranda katakan, kalau DPRD akan tetap laksanakan. Namun untuk sementara menunggu hasil kerja dari pihak Kepolisian dan Kejaksaan yang juga mewacanakan akan “tangani” masalah yang menimpa Sungai Mamasa ini.
“Kami menunggu dulu apa kerja Kepolisian dan Kejaksaan kemudian pembentukan Pansus akan diteruskan. Karena ini memang cukup krusial. Semula kami mengira kalau talud penahan banjir itu bisa menanggulangi bencana. Tetapi kalau hancur dan menimbun sungai, tentu akan menjadi bencana baru lagi,” kata Marthinus yang juga diiyakan, Ketua Komisi I, Yohannes Karaton.
Sumber pada Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Kabupaten yang bisa memberi referensi teknik mengenai ambruknya talud pengendali banjir Sungai Mamasa katakan, bahwa berdasarkan pengamatan sementara, memang ada tiga keganjilan. Pertama, terjadi penyempitan sungai akibat pembuatan dinding penahan banjir tersebut, akibatnya, sungai semakin sempit sehingga daya tekan air menjadi semakin deras. Kedua, penggunaan dinding penahan dari pasangan batu kali sangat rentan terhadap getaran. Karena getaran pada dinding penahan tersebut mempercepat terjadinya keretakan yang secara berangsur-angsur membuat jebolnya dinding. Ketiga, tinggi dinding penahan mencapai 6 meter dengan kemiringan (elevasi) kecil, tegak menyebabkan tidak kuatnya terhadap arus air.
“Meskipun begitu, kami tidak mau mengatakan kalau desain dinding penahan banjir tersebut tidak benar. Karena kemajuan ilmu konstruksi yang berkembang. Siapa tahu model seperti itu memang direkomendasikan oleh pihak balai untuk diterapkan di Sungai Mamasa,” kata sumber.

Kantor Balai Wilayah Sungai (BWS) Sulawesi III di Palu      (foto: Ardi Jafar)
Sumber juga katakan kalau perencanaan pengendalian banjir dan normalisasi Sungai Mamasa itu, sejatinya mempertimbangkan kondisi alam sungai serta kebiasaan-kebiasaan sungai. Pastinya, Sungai Mamasa memiliki arus yang sangat kuat karena air mengalir dari ketinggian dengan kecepatan tinggi.
Terkait dengan masalah talud penahan banjir Sungai Mamasa tersebut, pihak Balai Wilayah Sungai (BWS) Sulawesi III di Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng) yang menjadi naungan Satker Non-Vertikal Tertentu (SNVT) Kaluku-Karama, Sulbar, Kepala Balainya tidak berhasil dikonfirmasi. Menurut Satuan Tugas (Satgas) pengaman di kantor tersebut, yang bersangkutan sangat sibuk.

LS

No comments:

Post a Comment

Komentar

Hak Cipta: @lenterasulawesi . Powered by Blogger.