![]() |
Yohanis Tadius dan Muspida Mandadung |
Mamasa – Sudah diisyaratkan
oleh sejumlah stakeholder, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mamasa, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan sejumlah tokoh masyarakat bahwa proyek Pengendalian Banjir dan
Normalisasi Sungai Mamasa tahun anggaran 2015 yang berlokasi di Rante Tolampa
Desa Rabusaratu, Kecamatan Mamasa, Desember 2015 silam (baca: Proyek BSW 3 SNVT
Kaluku-Karama Terindikasi Rusak Kelestarian Sungai Mamasa?). Kalau terjadi indikasi
merusak ekosistem dan struktur sungai
serta model fisik tembok penahan tidak signifikan dengan kondisi tebing
Sungai Mamasa, namun pihak pelaksana
tetap tidak menggubris. Akhirnya, pada Jumat (12/03/2016), terjadi cebol pada
sedikitnya 8 titik.
Ambrolnya tembok penahan banjir Sungai Mamasa di sejumlah titik tersebut ditanggapi
oleh sejumlah warga sebagai akibat kecerobohan pelaksana kegiatan yang bekerja
tidak profesional. Mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan yang tidak sesuai yang sebenarnya.
Akibat dari kerja
serampangan pada proyek yang dikerjakan oleh dua kontraktor nasional, PT
Andyna Putri Pratama dengan anggaran proyek dalam rupiah murni Rp
14,893,540,000 dan PT Putra Mayapada nilai kontrak Rp 34,783,439,000 itu,
masyarakat yang bermukim di seputaran
bantaran Sungai Mamasa yang dilewati
proyek dari Balai Wilayah Sungai
Sulawesi (BWS) III, Satker Non-Vertikal Tertentu (SNVT) Kaluku-Karama,
Sulbar itu merasa khawatir dan was-was. Sementara sawah-sawah masyarakat ada
ikut juga tergerus.
Yohanis Tadius,
Ketua Rukun Warga (RW) 02, Kelurahan
Mamasa, Kecamatan Mamasa, yang bermukim pada salah satu titik jebol mengatakan
kalau ambruknya penahan banjir itu bukan
karena faktor alam semata. Tetapi memang bangunannya yang rapuh akibat
dikerjakan oleh orang-orang yang tidak profesional dan trampil.
Baca Juga
“Meskipun saya tidak
tahu persis teknisnya, tetapi sebagai warga di sini yang melihat betul kondisi
bangunannya, sejak dimulai sampai hampir selesai dan roboh. Memang betul-betul
dikerjakan tidak profesional. Mulai dari
pengecoran pada bagian bawah yang memang tidak punya pondasi, tengahnya
hanya berisi kerikil dan batu-batu sungai tanpa campuran semen. Hanya luarnya
saja yang ada semen. Apalagi, dasar sungai digali lagi untuk diambil
materialnya, membuat tebingnya tergantung dan gampang jatuh,” papar Tadius.
![]() |
Blok penahan banjir yang rapuh dan roboh pada normalisasi Sungai Mamasa |
Senada dengan Ketua
RW 02 Keluarahan Mamasa, Muspida Mandadung, SE, mantan anggota DPRD Mamasa,
yang juga tokoh masyarakat setempat melihat adanya ancaman bagi warga di
seputaran bantaran Sungai Mamasa akibat proyek balai tersebut. Menurut Muspida,
sejatinya proyek ini harus membuat masyarakat terhindar dari bencana. Tetapi
justru bencana yang akan timbul, bila tembok-tembok setinggi 6 meter dengan
lebar 1 meter itu jebol masuk ke sungai. Pasti akan membendung sungai dan
airnya akan meluap menjadi bencana.
“Kalau dilihat
konstruksinya tapa pondasi dan cakar yang kuat, tembok-tembok penahan air itu
akan longsor masuk ke sungai. Apalagi arus Sungai Mamasa yang memang cukup deras. Kalau dilihat
dasarnya memang air sudah masuk dan membuat lobang ke dalam. Ya, ancaman
jebolnya tidak lama lagi. Sebab sungai sudah semakin dalam akibat dikerok
dasarnya untuk material di proyek tersebut,” papar Muspida.
![]() |
Alas blok tanpa pondasi dan cakar mulai tergerus air |
Mantan anggota DPRD
Mamasa priode 2004 – 2009 silam ini juga menyesalkan Balai Wilayah Sungai
Sulawesi (BWS) III, Sulbar Kaluku-Karama
yang tidak memiliki perencanan yang
matang mempertimbangkan kondisi real Sungai
Mamasa. Begitu juga pihak pemenang tender yang memberi kepercayaan pada pelaksana di lapangan yang tidak
profesional. Sejatinya menurut Muspida,
pekerjaan seperti ini harus dikerjakan oleh ahlinya, karena menyangkut
kepentingan orang banyak.
(tim LS)
No comments:
Post a Comment
Komentar