Baca Juga
Gonjang-ganjing terkait kasus yang melilit H Andi Idris Syukur – untuk sementara masih
Bupati Barru, mencuat ke permukaan. Media Sosial (Medsos) rame perdebatkan
bupati 2 priode ini. Hingga statusnya mulai dipertanyakan karena posisi
hukumnya sudah “Terdakwa”. Berikut ini lenterasulawesi meng-copas artikel Damang
Averroes Al-Khawarizmi, Mahasiswa
Program Magister Hukum Universitas Muslim Indonesia dengan sumber: http://www.negarahukum.com
Admin: http://lenterasulawesi.blogspot.com
Ada-ada saja yang masih
meninggalkan luka dari Pilkada serentak 2015 kemarin. Lukanya begitu menyayat
hati, sebab apalah arti sebuah kemenangan, menduduki kursi terhormat dalam
jabatan sebagai Bupati, kalau pada akhirnya malah di meja hijaukan.
Akan tetapi yang
namanya proses hukum, haruslah kita hormati bersama. Hukum menempatkan semua
orang dalam status dan kedudukan yang sama. Tanpa memandang ia sebagai Bupati,
Camat, atau bahkan rakyat jelata.
Sungguh! kemudian
menjadi ironis, kalau “warga negara” diwajibkan taat hukum, lalu disisi lain
pejabat negara yang telah dimanahkan mengurusi kepentingan publik, tidak patuh
pada wewenangnya.
Maka dalam konteks
ini, atas pemberitaan yang banyak menghiasi media, terkait kasus
gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang sedang “didakwakan”
kepada Bupati Barru (IS). Dan belum juga dinonaktifkan, bukanlah kesalahan IS,
tetapi adalah kesalahan Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Mendagri telah
melakukan tindakan maladministrasi, karena lalai dalam kewajiban
hukumnya sebagai pelayan publik. Hingga kini, Mendagri belum juga menonaktifkan
IS dari jabatannya sebagai Bupati.
Segera Nonaktifkan
Sebelumnya, saya ingin
mengingatkan dahulu kalau pedoman dalam penonaktifan Bupati berstatus terdakwa bukan
lagi berdasarkan Pasal 31 ayat 1 UU No. 32 Tahun 2004 sebagaimana didalikan
oleh Wakil Direktur ACC Sulawesi, Kadir Wokanubun dalam Portal: makassar.tribunnews.com.
Perlu diketahui bersama
bahwa Undang-Undang tersebut sudah dicabut melalui Undang-Undang No. 23 Tahun
2014 Tentang Pemerintahan Daerah (Pemda). Jadi yang lebih tepat, dasar hukum
penonaktifan Bupati berstatus terdakwa terdapat dalam Pasal 83 Undang-Undang
No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemda.
Saat ini, masih saja
banyak kalangan “salah persepsi” ketika Bupati sudah berstatus terdakwa, apakah
menjadi wajib atau tidak untuk dinonaktifkan? Bahkan adapula yang beranggapan,
hanyalah kalau Bupati yang berstatus terdakwa itu ditahan, baru menjadi wajib
untuk dinonaktifkan oleh Mendagri. Saya berpendirian, bahwa ditahan atau
tidaknya Bupati kalau sudah diregister perkara pidananya (mutatis-mutandis
berstatus terdakwa), atas pidana yang diancamkannya; penjara 5 (lima) tahun,
menjadi “wajib” bagi Mendagri agar menonaktifkannya dengan segera.
Dalam kasus IS,
kiranya kita tidak perlu memperdebatkan, apakah ia diancam pidana penjara
5 (lima) tahun dalam perkara korupsi yang kini sedang melilitnya. Sebab
Undang-Undang juga dengan tegas menyatakan; atas tindak pidana korupsi
yang sedang didakwakan kepada seorang Bupati, merupakan prasyarat; ia dapat
diberhentikan sementara (dinonaktifkan).
Lebih lanjut, agar
tidak terjadi kesimpangsiuran terkait masalah penonaktifan Bupati IS ini, saya
mengutip ketentuan yang mengatur peristiwa tersebut secara lengkap; Pasal 83 UU
Pemda menegaskan: “(1) Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah
diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa
melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling
singkat 5 (lima) tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar,
tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat
memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia; (2)Kepala Daerah dan/atau
Wakil Kepala Daerah yang menjadi terdakwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberhentikan sementara berdasarkan register perkara di Pengadilan.”
Perlu dicermati dalam
Pasal 83 ayat 2 Undang-Undang a quo, tidak terdapat frasa “dapat”
diberhentikan sementara. Sehingganya ketentuan demikian, mustahil untuk
dimaknai kalau penonaktifan atau pemberhentian sementara terhadap Bupati
terdakwa adalah tidak berlaku mutlak bagi Mendagri.
Menjadi sebuah
kewajiban bagi Mendagri yang telah diberikan wewenang berdasarkan UU Pemda,
harus segera menonaktifkan Bupati berstatus terdakwa ketika perkaranya sudah
diregister di Pengadilan.
Kembali ke kasus
korupsi yang sedang didakwakan kepada IS saat ini, perkaranya bukan hanya sudah
diregister di Pengadilan. Akan tetapi lebih dari itu, sudah berjalan di tahap
persidangan. Dan pemberitaan terakhir, kemarin sudah di tahap pembacaan jawaban
atas Eksepsi terdakwa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Artinya apa?
Mendagri, dari kemarin sudah seharusnya menonaktifkan IS dari jabatannya
sebagai Bupati.
Satupun ketentuan dalam
UU Pemda, juga tidak mempersyaratkan Bupati berstatus terdakwa harus dalam
keadaan penahanan, baru dapat dinonaktifkan. Sehingga amatlah keliru kalau pula
ada yang menilai, andaikata IS saat ini sedang dalam penahanan, baru dapat
dinonaktifkan. Pendapat demikian tidaklah berdasar, dan keliru memahami syarat
penonaktifan Bupati berstatus terdakwa.
Kembali Diaktifkan
Kiranya publik juga
perlu tahu, bahwa tempo pemberhentian sementara dapat saja berakhir dengan
cepat. Andaikata di Pengadilan Negeri (tingkat pertama), Bupati tersebut
divonis bebas dari segala tuntutan hukum (Vide: Pasal 84 ayat 1 UU
Pemda).
Tentunya, pengaktifan
kembali dalam status sebagai Bupati yang dapat menjalankan tugas dan
kewenangannya, tidak menjadi halangan bagi Mendagri. Kendati JPU
melakukan proses banding atas vonis bebas tersebut. Jadi, apa yang menjerat IS
sekarang, tidak perlulah Ia terlalu risau. Kalau dirinya yakin sebagai orang
yang tidak bersalah. Sebab apa yang didakwakan kepadanya diyakini bukan sebagai
perbuatan bertendensi pidana, melainkan murni sebagai perbuatan perdata. Mobil
yang diterimanya dianggap sebagai transaksi jual beli, tidak termasuk sebagai
gratifikasi yang kiranya dapat mempengaruhi kewenangannya sebagai Bupati. Maka,
hanya menunggu waktu saja, Bupati IS akan kembali merengkuh jabatannya sebagai
orang yang layak untuk memajukan Kabupaten Barru.
Menggugat Mendagri
Terakhir, atas
pengabaian Mendagri untuk menonaktifkan Bupati IS, sebab perkaranya kini sudah
bergulir di pengadilan. Apakah Undang-Undang menyediakan instrumennya, untuk
mendesak Mendagri agar dengan segera menonaktifkan Bupati IS ?
Jawabannya, justru amat
layak langkah ini diambil oleh ACC sebagai LSM yang consent dalam isu
pemberantasan korupsi. Sebagai lembaga yang mewakili masyarakat dari akses
pemerintahan yang good and clean government: Pertama, seyogianya
ACC melaporkan Mendagri telah melakukan maladministrasi ke Ombdusman,
lalu Ombdusman-lah yang akan melayangkan surat ke Mendagri agar segera
menonaktifkan IS dari jabatannya sebagai Bupati. Kedua, pun kalau
Mendagri mengabaikan surat yang sudah dilayangkan Ombdusman, maka satu-satunya
jalan terakhir, yaitu; mengajukan gugatan Tata Usaha Negara dengan menarik
Mendagri sebagai pihak tergugat, karena tidak menetapkan Bupati IS sebagai
pejabat yang nonaktif. (*)
No comments:
Post a Comment
Komentar