Baca Juga
Ekspresi Bupati Mamasa perlihatkan Piagam Rekor Muri (foto: fb Yusak Nole Lolang) |
Mamasa –
Rekor dari Musium Rekor Indonesia (Muri)
untuk pemain Pompang – musik bambu di Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat
(Sulbar) ternyata semakin memancing daya kritis masyarakat di Kondo
Sapata. Segala macam rica sambalado dihambur sejumlah pengguna media sosial (Medsos) di
quarles berhawa sejuk tersebut, Sebuah
dinamika berdemokrasi yang cantik dan indah muaranya nanti.
Semburan-semburan pedas masyarakat Mamasa di Medsos mulai tumpah pasca Yusak Nole Lolang, Sabtu
(13/08/2016), seorang tokoh LSM dan Jurnalis di Mamasa meng-upload 30 foto, setelah menuliskan status yang
seperti ini.
”Apapun pendapat dan tanggapan nitizen terhadap lahirnya
sebuah sejarah baru di Mamasa dengan pencapaian Rekor Dunia peniup pompang terbanyak, ini harus diacungi jempol dan inila awal kebangkitan seni budaya diMamasa. Dinas Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif Kab. Mamasa bekerjasama dengan Yayasan Pengembangan Masyarakat
Mamasa telah mengangkat nama Mamasa di kanca Internasinal, bravo.”
Disambut netizen Embun
Pagi. “Keren.” Lalu disoal oleh Agus Thomas. “Setelah
mendapat piagam, kira-kira apa tindaklanjutnya
ke depan? Atau sampai d sini saja?”
Kemudian mendapat bumbu kritik dari Robert Poly. “Sepakat
pendapat Pak Agus Thomas, kira-kira kedepan keuntungan apa yg didapat buat Kab
Mamasa yang nilainya menambah ekonomi rakyat Mamasa. Momen ini sukses sebagai langkah awal pemerintah daerah bumi kondosapata , langkah konkrit DESTINASI
PARAWISATA , pertanyaan berikutnya kira-kira
siapa lagi yang bisa jadi inspiratornya menggantikan almarhum pak Victor Paotonan.”
Kemudian pada sisi lain Daen
Saratu berkomentar. “Mantap Pak
Bupatinya.” Disambung kemudian oleh Johny
Mallato. “KEREN Demianus
Tarra'.” Disambung lagi To Pembuni Jsm. “Ayo ke Mamasa.”
Berikutnya, kritikan datang lagi dari Henok
Salamangi. “Kita menunggu apa dampak
positifnya, melalui tercapainya rekor MURI semoga melalui rekor Muri
ada income bagi pariwisata kita, jagan
sampai hanya sehari saja, habis itu ya
tamat, tidak ada episode lanjutan.” Disambung
lagi Agus Thomas. “Saya kira presiden yang hadir dan menandatangani piagamnya?”
Terus dijawab lagi Henok
Salamangi Pak Presiden tidak mau urus yang begituan
karena dia mengutamakan kerja bukan
euforia sesaat.” Ditambah lagi komentar Hanna T Puang. “Keren.”
Wk wk wk, pada sisi berikutnya Henok
Salamangi berkomentar sarkastis
lagi. Kesenangannya PNS, sedangkan tidak
libur tidak mau kerja apalagi klo libur,
itu yang dinanti.” Terus direspon komentar Daen
Saratu. “Betul Pak Henok, tapi menurut pendapat saya sebagai
orang awam. Tidak cukup sampai pompang saja harus ditopang dengan sarana. Kalau
cuman pompang di Toraja juga ada. Cuman bedanya
karena kita bisa mengumpulkan orang sebanyak-banyaknya
meniup Pompang. Tapi kita akan liat dampaknya, jika cuman , Pompang kta mau andalkan..tapa di
topang sarana lain.”
Henok
Salamangi kemudian berkomentar
panjang. “Semua juga daerah bisa mengumpulkan lebih banyak lagi, tapi dari
sisi penganggaran kira-kira apa incomnya. Mending dana itu
dipakai perbaiki jalan menuju objek
wisata, agar banyak pengunjungnya, masak
daerah permandian saja tdk ada WC dan
toilet. Akhirnya tamu BAB (Buang Air Besar, red) di sungai dan bau tak sedap menyengat hidung. Ha
ha apa yang mau didestinasi kalau begitu ?” Agus Thomas mengamini. “Saya setuju
dengan pak Henok Salamangi. Jalannya
baik, daerahnya bersih dan menarik, maka
investor juga akan tertarik
ke sana. Yang utama dulu jalannya?” Henok
Salamangi menambahkan lagi. “Kalau ada yang ingin membuktikan, silahkan datang ke
permandian Sarambu Liawan Desa Tadisi Kecamatan
Sumarorong, tapi jagan lupa pake masker.” Ditambah Agus Thomas. “Itu menandakan lingkungan kotor pak.”
Benar-benar kreen netizen yang peduli Mamasa sebagai destinasi wisata. Lagi-lagi Henok
Salamangi laju-laju kertikiki obyek wisata yang tidak
tertata dengan baik. “Bagaimana pak, yang
kita andalkan kan cuma air panas, tapi
apakah dikelola dengan benar, banua sura' apakah dirawat ato gimana, ada dana rehabnya, ehhh, cuma lari ke kantongnya oknum tertentu.”
Hay hay makin
pedis lagi komentar Daen
Saratu. “Betul Pak, tapi sampai saat ini
masi terlalu banyak obyek wisata kita yang belum
disentuh, entah kanpa, sementara kita selalu teriak kalau Mamasa Destinasi Parawisata. Apa betul dan apa kita uda siap
sementara sarana kita uda hampir punah.”
Ho ho ho, dijawab lagi Henok
Salamangi dengan komentasr. “Sudah cantik pak,
jalan beton yang baru-baru dibangun menuju Sarambu Liawan yang mirip
pasangan batu, belum difungsikan ehh, sudah
rusak.
Wow wow wow, masih banyak lagi rentetan komentar pengguna
medsos soal minimnya infrastruktur ke
obyek wisata di Kab Mamasa. Ini tentunya
masukan bagi pemerintah, khususnya SKPD terkait untuk bekerja lebih baik lagi. Sebab
apalah artinya teggorakan anak negeri menjadi kering meniup pompang, jika
wisata itu sendiri tidak maju. Bukankan pompang bagian dari pengembangan wisata, bukan sekedar rekor belaka yang
terjanyata tidak berekor ke ekonomi rakyat Mamasa.
LS
No comments:
Post a Comment
Komentar