Baca Juga
Nurdin M |
Nurdin yang tahu arah pembicaraan rekan sejawatnya
spontan menjawab. “Ya, kembali jadi
petani, kalau memang kita petani sebelum jadi Kades. Makanya selama jadi
Kades jangan tinggalkan profesi sejatinya.”
Nurdin kemudian memaparkan, bahwa setelah jadi Kades,
seseorang tidak semestinya lansung
menjadi “wah” setelah 6 tahun dalam jabatan itu. Apalagi
menjadikan Kades itu sebagai jembatan untuk mencari investasi persiapan setelah
non-aktif sebagai kepala pemerintahan di desa. Sebab itu adalah pengingkaran
atas amanah rakyat yang diberikan.
“Kalau kita meracuni pikiran kita dengan mengingat terus, apa jadinya setelah berhenti jadi
Kades. Apakah ada tanda mata yang bisa jadi pajangan dalam bentu materi. Tentu
sangat sulit untuk berpikir secara jernih dalam berinovasi, bekerja dan memberi
kemakmuran pada rakyat. Sebab selalu saja berpikir untuk kepentingan diri
sendiri. Ini tentunya menghianati amanah dan kepercayaan rakyat,” paparnya.
Ia juga sangat
tidak sepaham, kalau dikatakan kalau Kades yang berkerja secara all out dalam memberikan pelayanan dan kebaikan-kabaikan demi
kemajuan rakyat, akan menjadi korban sendiri.
Tanpa ada timbal baliknya. Jika
rakyat sudah maju, secara banding lurus, Kades juga ikut maju.
Kades Kaluku Nangka ini juga mencontohkan, bahwa sekarang
ini, formulasi dana yang masuk ke desa lewat Alokasi Dana Desa (ADD) yang
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) serta Dana Desa
(DDes) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Itu
semua harus dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat. Para Kades, sejatinya harus lebih kreatif
dalam membangun desanya masing-masing. Memanfaatkan dana dari APBD dan APBN
tersebut sebaik-baiknya berdasarkan aturan yang ada serta memacu pembangunan di
desa demi masyarakat banyak.
LS
No comments:
Post a Comment
Komentar