Baca Juga
Keluarga bocah Ahad dan gubuknya |
Bocah malang ini hidup bersama keluarga yang ekonominya pas-pasan, namun Abd Ahad tetap selalu ceria walaupun penyakit tumor
yang di deritanya sangat memberatkan. Pantau jurnalis setempat, Ahad kadang matanya berkaca menitikan air yang membasahi pipinya,
menahan deritanya. Sesekali diusap oleh ayah dan ibunya yang selalu setia
menemani.
Tumor yang diderita Ahad persis di rahangnya tersebut terus membesar membuat dirinya kehilangan keceriaan
sebagai seorang anak untuk bermain
bersama teman-teman, sudara-saudara maupun kedua orang tuanya. Apalagi kedua orang
tuanya termasuk orang yang kurang mampu.
Ayahnya buruh pembuat batu merah
berpenghasilan tidak menentu.
Keluarga orang tua Ahad ini tinggal
di gubuk reot bersama tiga anaknya di tengah himpitan ekonomi. Ini membuat kedua orang tua Ahad tidak mampu untuk membawa anaknya berobat
sampai tuntas.
“Anak kami Ahad mengidap tumor sejak
lahir, awalnya hanya benjolan kecil yang ada di antara leher dan dagu. Namun
lama-kelamaan benjolan tersebut menjadi besar
seperti saat ini, dan kami tidak tahu
penyakit apa sebenarnya yang diderita
anak kami ini,” kata Saima dengan nada
sedih ditemui wartawan Rabu (15/3/2017).
Meurut Saima, Ahad beberapa minggu lalu
sempat dirawat di Rumah Sakit (RS) Umum Anutapura selama tiga hari lalu dirujuk ke RS Undata. Setelah lima hari dirawat RS Undata, anaknya
terseebut kembali dirujuk ke RS yang ada
di Makassar. Tetapi keterbatasan biaya,
Abd Ahad pun dibawa pulang kerumah.
“Barulah kami mengetahui kalau Ahad
mengidap tumor ganas, itu dari hasil pemeriksaan yang dilakukan dokter,”terang
Saima.
Dikatakan pula oleh Saima, kalau selama dirumah ia dibantu beberapa
tetangga dan aparat desa setempat sedang mengurus BPJS kesehatan. Setelah itu
Abd Ahad baru dirujuk ke RS yang ada di Makassar.
“Anak kami kita rawat di rumah saja dulu
sambil kumpul uang untuk pengobatan lagi, dan kami juga sangat berterimakasih
pada masyarakat yang sudah peduli dan sayang sama anak kami Ahad. Banyak yang
datang di rumah ini untuk melihat dan membantu, pemerintah desa juga berupaya
membuatkan surat keterangan kurang mampu untuk pembuatan BPJS, demikian juga
Pemda Sigi melalui ketua PKK Kabupaten, yang juga Istri Bupati Sigi Moh Irwan
Lapatta dan wakil Bupati Paulina,” ungkap Saima.
Kini Ahah terbaring di rumah
sangat tidak layak dengan ukuran
sekira 3 x 3 meter, beratapkan rumbia. Untuk
tidur Saima bersama istri dan tiga anaknya hanya memiliki satu kasur dengan memakai
kelambu, sehingga ruang tamu menjadi satu dengan tempat tidur. Dapurpun hanya
berukuran 1 x 3 meter yang bersebelahan
dengan kamar mandi, yang disekat dengan sebuah kain.
(Kontribusi Ardi/tim/LS)
No comments:
Post a Comment
Komentar