Baca Juga
Paguyuban Keluarga Mangkasara Terbentuk di Mamuju Utara
Ilustrasi |
Pasangkayu
-
Kerukunan Keluarga Mangkasara (KKM) di Kabupaten Mamuju Utara (Pasangkayu),
Sulawesi Barat (Sulbar) kini telah berwujud. Ini adalah paguyuban “anak
mangkasara” yang ada di kabupaten di
daerah penghasil sawit dengan tujuan
berkontribusi aktif dalam mendukung pembangunan daerah. Karena pada
perinsipnya, itulah negerinya dimana bermukim dan beranak pinak.
Tokoh simpul pembentukan paguyuban anak mangkasara ini
adalah Suhaimin Rahim yang akrab disapa Adam Kawilarang dan Hasan Daeng Nai
(Tettana Alwi) yang didiskusi via dunia maya (dumay), Sabtu (katakana kegembiaraannya
atas terbentuknya komunitas ini. Ini adalah sebuah langkah maju bagi anak-anak Mangkasara
untuk berkontribusi secara konsisten di daerah dimana mereka tinggal. Intinya membawa identitas kemakassaran untuk lebur
kedalam pembangunan daerah Mamuju Utara secara total. Serta menjadikan daerah
ini adalah negeri sejatinya tanpa garansi apapun.
“Pada perinsinya, kami memegang perinsip, dimana kaki
berpijak disitu langit dijunjung.
Identitas Makassar kami akan lebur dalam satu simpul kuat bersama dengan warga
dan suku-suku lain di Kabupaten Mamuju Utara ini. Karena ini adalah kekuatan
daerah yang dikenal sebagai Indonesia mini ini. Semua bersatu berikrar
berkontribusi bagi kemajuan dan pembangunan daerah,” papar Adam.
Dikatakan pula oleh Adam Kawilarang bahwa di Mamuju
Utara, sedikitnya 21 ribu anak Makassar bermukim dengan berbagai profesi. Juga
secara politis memiliki potensi 16 ribu wajib
pilih, sesuai hasil catatan dari Pemilihan Kepala (Pilkada) 2015 silam.
Sementara itu, Hasan Daeng Nai, Tettana Alwi salah
seorang tokoh simpul katakan, jiwa perantau anak Mangkasara membuatnya kaya
akan pengalaman dan mampu berkembang serta menyatuh dengan daerah dimana mereka
bermukim, seperti halnya di Mamuju Utara ini. Bahkan menjadikan daerah barunya
tersebut sebagai tumpah darahnya dalam bekerja mengisi pembangunan.
“Kami yang dikenal dengan watak yang keras dan ulet,
memegang perinsip “siri na pace.” Kami malu bila tidak berbuat, tidak
berkontribusi pada kemajuan daerah. Kami juga memiliki rasa “pace” pedih dan
haru yang dalam dalam hubungan kemanusiaan sesama manusia. Kami ini
manusia-manusia yang memiliki solidaritas yang tinggi terhadap sesama, dari bangsa dan suku manapun. Itu dibangun
dari akar budaya saling hormat dan menghargai. Jadi dengan terbentuknya
kerukunan ini, pertanda kemajuan, khususnya bagi kami anak Mangkasara,” tutup Daeng Nai.
LS
No comments:
Post a Comment
Komentar