Cari di Blog Ini

Followers

Sunday, October 29, 2017

Adam Kawilarang: “Dimana Kaki Berpijak diSitu Langit diJunjung”

Baca Juga

Paguyuban Keluarga Mangkasara Terbentuk di Mamuju Utara

Ilustrasi
Ilustrasi
Pasangkayu - Kerukunan Keluarga Mangkasara (KKM) di Kabupaten Mamuju Utara (Pasangkayu), Sulawesi Barat (Sulbar) kini telah berwujud. Ini adalah paguyuban “anak mangkasara” yang  ada di kabupaten di daerah penghasil sawit  dengan tujuan berkontribusi aktif dalam mendukung pembangunan daerah. Karena pada perinsipnya, itulah negerinya dimana bermukim dan beranak pinak.

Tokoh simpul pembentukan paguyuban anak mangkasara ini adalah Suhaimin Rahim yang akrab disapa Adam Kawilarang dan Hasan Daeng Nai (Tettana Alwi) yang didiskusi via dunia maya (dumay), Sabtu (katakana kegembiaraannya atas terbentuknya komunitas ini. Ini adalah sebuah langkah maju bagi anak-anak Mangkasara untuk berkontribusi secara konsisten di daerah dimana mereka tinggal. Intinya membawa identitas kemakassaran untuk lebur kedalam pembangunan daerah Mamuju Utara secara total. Serta menjadikan daerah ini adalah negeri sejatinya tanpa garansi apapun.

“Pada perinsinya, kami memegang perinsip, dimana kaki berpijak disitu  langit dijunjung. Identitas Makassar kami akan lebur dalam satu simpul kuat bersama dengan warga dan suku-suku lain di Kabupaten Mamuju Utara ini. Karena ini adalah kekuatan daerah yang dikenal sebagai Indonesia mini ini. Semua bersatu berikrar berkontribusi bagi kemajuan dan pembangunan daerah,” papar Adam.

Dikatakan pula oleh Adam Kawilarang bahwa di Mamuju Utara, sedikitnya 21 ribu anak Makassar bermukim dengan berbagai profesi. Juga secara politis memiliki potensi  16 ribu wajib pilih, sesuai hasil catatan dari Pemilihan Kepala (Pilkada) 2015 silam.

Sementara itu, Hasan Daeng Nai, Tettana Alwi salah seorang tokoh simpul katakan, jiwa perantau anak Mangkasara membuatnya kaya akan pengalaman dan mampu berkembang serta menyatuh dengan daerah dimana mereka bermukim, seperti halnya di Mamuju Utara ini. Bahkan menjadikan daerah barunya tersebut sebagai tumpah darahnya dalam bekerja mengisi pembangunan.

“Kami yang dikenal dengan watak yang keras dan ulet, memegang perinsip “siri na pace.” Kami malu bila tidak berbuat, tidak berkontribusi pada kemajuan daerah. Kami juga memiliki rasa “pace” pedih dan haru yang dalam dalam hubungan kemanusiaan sesama manusia. Kami ini manusia-manusia yang memiliki solidaritas yang tinggi terhadap sesama,  dari bangsa dan suku manapun. Itu dibangun dari akar budaya saling hormat dan menghargai. Jadi dengan terbentuknya kerukunan ini, pertanda kemajuan, khususnya bagi kami anak Mangkasara,” tutup  Daeng Nai.

LS

No comments:

Post a Comment

Komentar

Hak Cipta: @lenterasulawesi . Powered by Blogger.