Baca Juga
Prof. Adrianus Meliala |
Dalam siaran pers, Ombudsman Republik Indonesia Rabu, (18/10/2017) sebutkan, raihan ranking
ke-91 Indonesia dalam Survei The Ease Of Doing Business oleh World Bank
patut ditelisik. Upaya program pemberantasan korupsi yang kerap digencarkan
oleh Pemerintah, Saber Pungli, Korsupgah, operasi tangkap tangan (OTT) dan
lainnya, sudahkah dinilai efektif dalam menjamin iklim kemudahan berusaha untuk
mendongkrak citra negara?
Jakarta - Survei The Ease of Doing Business oleh World Bank tahun
2017 menempatkan Indonesia di peringkat ke-91, naik 15 peringkat dibanding
tahun sebelumnya dengan posisi 106 dari jumlah keseluruhan 189 negara yang
disurvei. Obyek yang disurvei adalah PTSP Kota Surabaya dan PTSP DKI Jakarta.
Sebagai pengawas pelayanan publik, Ombudsman RI menerima pengaduan dari
masyarakat, tren pengaduan 3 (tiga) tahun terakhir (2015-2017) menunjukkan
instansi yang paling banyak dilaporkan adalah Pemerintah Daerah (42%) dan
substansi pengaduan “sektor perizinan” memperoleh peringkat 3 teratas.
Di 2016, Ombudsman RI menyelenggarakan Diskusi Publik
terkait EODB di 3 Kota, yaitu kota: Palembang, Surabaya dan Makassar serta
sebagai gong-nya, dihelat di Jakarta. Segenap pemangku kepentingan dan
narasumber yang hadir mengungkapkan bahwa salah satu kunci memenuhi kemudahan
berusaha adalah adanya kepastian pengajuan izin usaha, dengan persyaratan,
jangka waktu dan ketentuan biaya yang jelas. Karena bagi pelaku usaha tidak
adanya kepastian merupakan ‘biaya’ yang mahal.
“Alih-alih menyampaikan pengaduan kepada pengelolaan
pengaduan di internal kantor perizinan atau kepada Ombudsman RI, pelaku usaha
cenderung untuk mengikuti ‘alur’ petugas perizinan yang berujung pungli. Mereka
(pelaku usaha) khawatir, apabila mengadu justru malah akan menghambat proses
penerbitan izinnya” terang Anggota Ombudsman RI, Prof. Adrianus Meliala.
Selain tindak lanjut dan penyelesaian atas pengaduan
masyarakat, peran Ombudsman RI dalam mendorong terciptanya iklim kemudahan
berusaha adalah memastikan terpenuhinya Standar Pelayanan Publik sebagaimana
amanat UU 25/2009 tentang Pelayanan Publik; Menyampaikan saran perbaikan
kebijakan pelayanan publik serta untuk melakukan koordinasi dan kerjasama dalam
rangka pencegahan Maladministrasi dan Perbaikan Pelayanan Publik.
Pada kesempatan Lokakarya EODB tahun lalu, Wakil Ketua
KPK, Alexander Marwata menyatakan bahwa tingkat korupsi tertinggi dan terbesar
adalah ketika melibatkan pelaku usaha, maka perlu dilakukan pengawasan secara
intensif.
Pembentukan Saber Pungli, Operasi Tangkap Tangan (OTT),
program Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi (Korsupgah), Survei
Kepatuhan dan Investigasi oleh Ombudsman RI serta berbagai program
pemberantasan korupsi lainnya diharapkan menjadi salah satu upaya untuk
meningkatkan kualitas pelayanan publik termasuk untuk penciptaan iklim
kemudahan berusaha.
Guna memperoleh data perbandingan kualitatif tentang
penciptaan iklim usaha, akan diselenggarakan kembali Diskusi Publik tentang
EODB di 3 (tiga) daerah yang sama, serta sebagai acara puncak, akan kembali
juga dilaksanakan di Kantor Ombudsman RI di Jakarta dengan menghadirkan
narasumber yang sama dan stakeholder terkait EODB di level pusat.
“Diskusi publik tahun ini bertujuan untuk mengukur sejauh
mana efektivitas program pemberantasan korupsi dari pemerintah dalam penciptaan
iklim kemudahan berusaha khususnya di daerah tersebut setelah setahun
berselang. Apakah lebih baik, tidak ada perubahan atau bahkan lebih buruk dari
tahun lalu? Kita lihat nanti.” pungkas Prof. Adrianus Meliala mengakhiri
pembicaraannya.
(Humas Ombudsman RI/LS)
No comments:
Post a Comment
Komentar