Cari di Blog Ini

Followers

Monday, May 9, 2016

Tomakaka Messawa Beri Bandingan Bijak untuk MMF?

Baca Juga



Pasamboang Pangloli

 Mamasa – Pro-kotra Mambulilling Mountain Festival (MMF)  dengam target rekor Muri, 7777 pemusik bambu mendapat juga tanggapan serius dari Tomakaka Messawa  Talinga  Tara’  Mata Bulawan, Pasamboang Pangloli. Menurut cucu dari Tomakaka terdahulu ini yang diwawancara via dumay, Senin (09/05/2016), semua pihak harus bijak melihat kegiatan ini.

Dipaparkannya bahwa masih banyak  yang urgen untuk Mamasa ini. Buat apa nama Mamasa harum di mata Indonesia tetapi  isinya masih tertinggal. Menurutnya, nama akan harum dengan sendirinya kalau buah sudah matang/masak.

“Pada perinsipnya, saya mendukung semua kegiatan teman-teman apapun itu,  karena itu semua adalah proses menuju kesempurnaan. Tetapi mari kita realistis melihat persoalan kemasyarakatan yang  paling urgen yang  dialami Mamasa sekarang. Bagi saya  pribadi, persoalan yang kita hadapi adalah masalah urbanisasi  masyarakat angkatan kerja produktif ke kota. Sehingga Mamasa kehilangan tenaga-tenaga  yang bisa diandalkan dalam pembangunan,” paparnya.

Lanjut Pangloli, seyogyanya  Lembaga Swadaya masayrakat (LSM) atau organisasi kemasyarakatan lainnya melakukan pendataan berapa banyak anak-anak  Mamasa yang putus sekolah akibat ketidakberdayaan ekonomi. Mereka itu menurutnya,  bekerja sebagai buruh di Kabupaten Pinrang, Parepare, Polman, Makasar,  dan Kabupaten Barru. Mereka  di  tempat pembuatan batu bata,  penjemuran padi, rumah makan.

“Setelah ada data,  maka kita membuat semacam terobosan. Pertama, bagi yang masih dalam usia sekolah disekolahkan kembali  yang difasilitasi oleh ormas. Kedua, bagi yang  berumahtangga tetapi  tidak mampu,  diberikan pelatihan dan nantinya akan membuka usaha pertanian dan perkebunan  di Mamasa sehingga Mamasa menjadi swasembada  sayur  dan buah-buahan.” Tambah Pangloli.

Dingatkan oleh Pangloli, buruh-buru dari  Mamasa yang bekerja di Kabupaten Pinrang dan Kabupaten  Sidrap banyak diantara mereka anaknya tidak mendapatkan pendidikan dasar.

“Ini adalah bandingan saya, dan lebih urgen dari yang lain,” selanya.

 Tentang rekor Muri I suling bambu menurut Pangloli pula, itu sangat bagus dalam rangka menunjang pariwisata. Tetapi,  apakah setelah mendapatkan rekor Muri maka alat-alat suling bambu dapat digunakan secara berkelanjutan. Itulah pertanyaannya.

 “Pro- kontra soal MMF,  itu biasadan  menjadi tantangan buat panitia supaya bekerja lebih giat. Saya kuatirkan kalau kegiatan ini gagal sehingga teman-teman  dicibir oleh masyarakat. Gagal yang  saya maksud adalah jagan sampai setelah mendapat rekor Muri kemudian musik bambu tenggelam kayak  ayam ketawa  dan batu akik. Padahal sudah  menelan biaya yang banyak serta sudah menghabiskan tenaga dan waktu yang tidak sedikit,” bebernya.
.
Pangloli yang juga seorang insinyur itu kemudian menguraikan tentang pertanyaan masyarakat  yang didengarnya, bagaimana memobilisir manusia sebanyak 7777 orang ditambah  oficial hinga mencapai 10.000 orang.

“Dari mana biayanya.” tanyanya.

“Trus bagaimana  cara mengatur sound systemnya supaya  musik bambu bisa harmonis saat dimainkan oleh 7777 orang. Tapi kita doakan mudah-mudahan  berhasil dan yang paling penting adalah pembinaannya berkelanjutan.” Tutup Pangloli

LS





No comments:

Post a Comment

Komentar

Hak Cipta: @lenterasulawesi . Powered by Blogger.