Baca Juga
Penulis: Elsi Juniaty |
Narkoba adalah zat berbahaya yang terus
diminati banyak orang. Di Indonesia narkoba sudah menjadi gaya hidup dan gaya
bisnis para jaringan pengedar narkoba. Narkoba jenis sabu dan sejenisnya adalah
jenis barang haram yang menjadi lahan bisnis menggiurkan
Pengguna narkoba ini semakin beragam. Dari
fakta yang terjadi dalam masyarakat kita menemukan bahwa narkoba telah menyasar
semua kalangan. Narkoba meski harganya mahal namun bukan lagi hanya digunakan
oleh para selebritis. Ada juga dari kalangan terdidik seperti guru, dosen, aparat, mahasiswa, PNS,
Anggota DPR, dan pejabat pemerintah
lainnya tak luput dari orang – orang
pengguna narkoba. Rakyat ekonomi lemah juga tak menjadi soal untuk dapat
mengkonsumsi narkoba, karena strategi yang digunakan para pengedar narkoba
yakni tidak akan keberatan untuk memberi secara gratis diawal dengan harapan
penggunanya kelak akan mencari dan tentu membelinya.
Para gembong narkoba yang tertangkap aparat
terus bertambah Penjara hingga eksekusi mati menjadi ganjaran para terpidana
narkoba. Namun kita lihat hingga saat ini peredaran narkoba seolah tak pernah
usai. Ironisnya para pebisnis narkoba kelas kakap masih dapat menjalankan
bisnisnya dari dalam penjara. Apakah hal ini terjadi karena kurangnya
pengawasan atau ada indikasi lain?
Contoh gembong narkoba papan atas Freddy
Budiman yang dieksekusi mati pada jumat dini hari, 30 Juli 2016 menjadi kisah
yang tidak hanya berakhir di liang
lahat. Pebisnis narkoba yang meraup keuntungan hingga triliunan rupiah ini mendapat fasilitas mewah didalam penjara.
Orang sering mengatakan bahwa uang adalah raja
yang dapat membeli segalanya dan dapat mengedalikan kekuasaan. Kemulusan
bisnis narkoba Freddy Budiman,
melibatkan banyak pihak. Soal siapa oknumnya,
satu demi satu tabir gelap Freddy Budiman mulai terkuak.
Masyarakat Indonesia saat ini tengah terhenyak
mengikuti kisah terkuaknya tabir gelap bandar narkoba yang terpidana mati Feddy
Budiman. Media tempo.co Jakarta mewartakan bahwa Freddy Budiman menyetor 450 M
ke BNN untuk memuluskan bisnis gelapnya. Hal itu diumbar oleh Hariz Ashar
(Kordinator Orag Hilang Dan Korban kekerasan, Kontras) sehari sebelum Freddy
dieksekusi mati. Menurutnya hal itu disampaikan Freddy Budiman saat Hariz Ashar
mengunjungi Freddy Budiman di Lapas Nusa Kambangan 2014 silam
Merdeka.com, 30 Juli 2016 juga mengulas soal
isu adanya pembagian keuntungan bisnis narkoba dari Freddy Budiman yang ditulis
oleh Hariz Ashar yang menyatakan Freddy Budiman menyuap pejabat tinggi hingga
Rp.450 Miliar dan Rp.90 Miliar untuk aparat kepolisian.demi untuk melancarkan
bisnisnya mengimpor dan mengedarkan narkoba di Indonesia. Selain itu disebutkan
pula bahwa Freddy pernah satu mobil dengan seorang Jenderal TNI bintang dua.
Freddy menyetri mobil dan sang jenderal duduk disampingnya. Mobil itu berisi
penuh dengan narkoba, sehingga Freddy merasa perjalanannya aman dari Medan
menuju Jakarta.
Pergerakan bisnis narkoba Freddy Budiman
memang luar biasa mulusnya. Mulai dari mengimpor narkoba asal cina hingga
akhirnya tertangkap namun masih bisa memproduksi narkoba dari dalam penjara
yang membuat dirinya masih meraup keuntungan milyaran rupiah , hal itu memang
strategiyang tersusun sangat rapi dan sistematis. Dari dalam penjara Freddy
tetap dapat mengendalikan jaringan bisnisnya di Indonesia hingga ujung hidupnya
Elit – elit pemerintah di Indonesia belum
dapat meninggalkan budaya suap menyuap untuk melindungi suatu kejahatan. Meski
pelaku korupsi tetap diberantas namun tetap saja peluang untuk menerima suap
tak dapat dihentikan.
Kicauan Hariz Ashar seputar keterlibatan pihak yang telah
disebutkan tentunya membuat pihak BNN
dan Polri kebakaran jenggot. Jika isu tersebut benar terjadi maka rakyat akan
bertanya hukum apakah yang berlaku di Indonesia untuk mengganjar para petinggi
di negeri ini yang menelan suap dari bisnis gelap barang haram?. Adakah hukum bagi mereka lebih ringan daripada yang
ditimpakan bagi para terpidana mati? Persoalan ini ibarat bom
waktu, yang tetap menghasilkan dua kemungkinan. Apakah bom waktu ini akan
meledak ataukah tidak meledak karena dijinakkan.
Tak banyak yang dapat dilakukan rakyat selain
menanti tindakan hukum yang berlaku untuk memastikan arah langkah hukum yang
berlaku di Indonesia. Disisi lain nasib rakyat jelata sering menjadi korban
ketegasan hukum karena tak adanya sejumlah uang untuk membela perkaranya meski
itu hanya sebuah kasus kecil saja.
Seiring dengan bergulirnya waktu, kisah
bisnis gelap Freddy Budiman akan menjadi sebuah sejarah hitam di negeri ini
yang akan menjadi pelajaran berharga dari generasi ke generasi bagaimana
menempatkan diri sebagai pemegang tonggak kepemimpinan dimasa depan. Ketidak
adilan, suap, korupsi adalah warisan buruk yang tak boleh diteladani apalagi
diikuti. Jika kita ingin melihat negeri
tercinta Indonesia yang kaya dengan hasil buminya, didiami oleh rakyat yang
cerdas, sejahtera, adil dan makmur, maka saatnya generasi masa kini harus
membangun jiwa patriotisme, kemandirian, jujur menjalankan usaha dan bisnis
yang halal, agar manfaatnya lebih nikmat bagi kehidupan.
*******
No comments:
Post a Comment
Komentar