Baca Juga
Ilustrasi sebab banjir dan luapan Sungai Lariang versi lenterasulawesi (dok:LS) |
Mamuju Utara - Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak, begitulah situasi yang terjadi pada masyarakat Kabupaten Mamuju Utara (Matra), Sulawesi Barat (Sulbar) pada rentang waktu Maret hingga April 2016 ini. Penyebabnya adalah luapan Sungai Lariang yang telah menggenang dan menggerus pada tiga kecamatan, Kecamatan Tikke Raya, Bulutaba dan Kecamatan Lariang. Seperti yang dilansir oleh konfrontasi.com, informasi yang dihimpun dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) menyebutkan banjir yang melanda Kabupaten Matra tersebut adalah kiriman dari hulu Sungai Lariang di wilayah Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng).
Menurutnya BPBD Matra, tiga kecamatan yang terkena imbas banjir tersebut
diperparah oleh akibat jebolnya tanggul milik sebuah perusahan sawit yang
kemudian diketahui adalah salah satu anak perusahaan PT Astra Agro Lestari
(AAL). Ini menyebabkan terendamnya ratusan rumah warga dan sejumlah fasilitas
umum lainnya, seperti jalan desa dan gedung sekolah dasar serta ratusan hektar
sawah dan kebun milik warga yang siap panen.
Fenomena banjir dan luapan air Sungai Lariang di Kabupaten Matra,
berdasarkan hasil infomasi yang dipulung dari warga setempat telah terjadi
pasca era tahun 1990-an, jadi telah
berlansung lebih dari 10 tahun. Namun hingga saat ini, setelah ratusan hektar
lahan masyarakat, termasuk lahan-lahan pemerintah setempat ikut tergerus air,
belum ada kebijakan tepat dan berdayaguna yang dapat mengantisipasi ganasnya Sungai Lariang.
Luapan Sungai Lariang yang meluber hingga ke Kabupaten Matra,
Sulbar dan menjadi kecemasan massal bila dibiarkan berlarut – larut, memang
bukan masalah kecil dan hanya sekedar sungai yang banjir. Tetapi lebih dari
itu, karena beberapa fakta yang perlu dicatat, misalnya pada batas Provinsi
Sulawesi Barat - Sulawesi Tengah di Desa Taviora Kecamatan Rio Pakava,
Kabupaten Donggala dan Desa Lariang, Kecamatan Tikke Raya, Mamuju Utara,
sugguh sangat memiriskan oleh hancurnya kawasan hutan di sepanjang Daerah
Aliran Sungai (DAS) Lariang. Paling tidak, sekitar 40 hingga 50 unit
penggergajian yang setiap hari melakukan aktivitas perambahan hutan secara
sistematis, massif dan terstruktur. Hingga tidak mengherankan setiap tahun,
luapan Sungai Lariang menggenangi desa-desa yang ada di wilayah Kab. Mamuju
Utara, seperti, Desa Kulu, Bambakoro, Karya Bersama dan desa-desa lainnya
hingga muaranya di Selat Makassar.
Selain penggergajian kayu secara terus menerus di sepanjang aliran
Sungai Lariang, keberadaan perkebunan besar sawit yang juga membentang di
sepanjang sungai turut mewarnai bantaran Sungai Lariang, di wilayah Kabupaten Mamuju Utara. Refrensi yang didapatkan, ada dua perusahaan perkebunan besar
sawit di Mamuju Utara, yaitu PT. Astra Agro Lestari (AAL) dengan anak perusahaan
PT. Pasangkayu, PT. Mamuang, PT. Lettawa, PT. Lestari Tani Teladan dan PT. Unggul Widya Teknologi Lestari (UWTL).
Kedua perusahaan besar ini memiliki luasan areal hingga puluhan ribu hektar.
Luas areal Hak Guna Usaha (HGU) yang dimiliki perusahaan perkebunan besar sawit tersebut memang cukup mencengangkan karena menurut sumber pada Dinas Kehutanan Mamuju Utara, dari total luas Kabupaten Mamuju Utara 304. 375 Ha, sebanyak 37% telah dibebaskan untuk HGU, tanah milik masyarakat dan tanah milik pemerintah, dari 37% tersebut, 90% adalah HGU yang dikelolah oleh perkebunan besar sawit. Jadi perbandingan tingkat kemungkinan perusakan alam antara pemilik HGU dengan masyarakat, 90% berbanding 10%. Untuk data ini sekedar bandingan dan perlu diupdate serta dikaji ulang validitasnya.
Sebagai catatan tambahan bahwa letak geografis wilayah Sungai
Lariang, adalah salah satu wilayah sungai lintas provinsi yang berada di
Provinsi Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. Total luas
wilayah sungai Lariang adalah 14,550 km², dan DAS Lariang salah satu DAS utama
di WS Palu Lariang dengan luas keseluruhan daerah pengaliran sungai sebesar
7.069 km² atau sekitar 49 % dari luas total Wilayah Sungai Palu-Lariang,
menjadikan DAS Lariang daerah aliran sungai terbesar di dalam Wilayah Sungai
Palu-Lariang.
DAS Lariang yang terletak pada posisi geografis 1° 10’ LS – 2° 29’
LS dan 119° 16’ BT – 120° 31’ BT, berada di 3 provinsi, yaitu Provinsi Sulawesi
Tengah, Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Sulawesi Barat. Hal tersebut
menempatkan DAS Lariang sebagai DAS yang memiliki kompleksitas pengelolaan yang
lebih besar dari DAS-DAS atau WS lainnya dalam WS Palu-Lariang, meskipun
prosentase terbesar DAS Lariang berada di Provinsi Sulawesi Tengah. Bagian hulu
DAS Lariang terletak di dua provinsi, yaitu bagian selatan DAS Lariang berada
di Provinsi Sulawesi Selatan (Kecamatan Masamba), sedang bagian utara dan
tengah berada di Kecamatan Lore Utara dan Lore Tengah. Bagian tengah DAS
Lariang terletak di Kecamatan Kulawi dan Kecamatan Pipikoro, sedangkan bagian
hilir berada di Kecamatan Rio Pakawa dan Kecamatan Pasangkayu, Kabupaten Mamuju
Utara Provinsi Sulawesi Barat.
Sungai Lariang terdiri dari sekitar 58 daerah sub–DAS dalam Taman
Nasional Lore Lindu(TNLL). Sungai Lariang membentuk formasi U dan
menyusuri TNLL sepanjang sekitar 245 km dan merupakan sungai terpanjang di
Sulawesi. Wilayah DAS Lariang sebagian besar terletak di luar TNLL.
Hulu paling utara dan timur dari wilayah DAS ini berada dalam wilayah TNLL
dekat desa Sedoa, kemudian aliran utama mengalir ke selatan menuju barat daya
di sekitar ujung yang lebih rendah dari padaTNLL di dekat desa
Tuare. Sungai Lariang kemudian membelok ke arah barat dan mengikuti
patahan Palu Koro sampai ke Lempelero, dimana Sungai Lariang bertemu dengan
Sungai Haluo yang mengalir ke arah selatan. Pertemuan kedua sungai berubah alirannya
ke arah barat ke kabupaten Mamuju Sulawesi Selatan dan bermuara ke Selat
Makassar.
Sungai Lariang, walaupun tidak seekonomis dan sepenting sungai
Gumbasa bagi masyarakat Palu, sungai ini mendukung kegiatan pertanian pada
beberapa pemukiman penduduk seperti di daerah Torire, Lelio, Kolori, Pada,
Kageroa, Tuare, Gimpu, dan beberapa desa lainnya juga desa-desa yang
berada di wilayah Sulawesi Selatan. Saat ini, air di wilayah ini belum
dimanfaatkan secara intensif seperti sungai-sungai yang berada di sebelah utara
TNLL. Sungai Lariang penting dalam memberikan pasokan air irigasi dan kebutuhan
air minum bagi banyak desa kecil dan terpencil di wilayah ini. Situasi
ini tidak menutup kemungkinan akan berubah mengingat kepentingan ekonomi dari
Sungai Lariang akan meningkat secara signifikan, khususnya setelah pengaspalan
jalan dari Palu sampai Gimpu.
Peningkatan jumlah penduduk, dibarengi dengan keinginan terus-menerus untuk modernisasi akan meningkatkan kebutuhan tenaga listrik di pedesaan. Permintaan ini dapat dipenuhi oleh investasi jangka panjang dan ekstensif dari jaringan listrik lokal. Instalasi dari pembangkit listrik bertenaga air yang berbasis di desa dapat menjadi salah satu solusi dengan tingkat polusi rendah, misalnya di Lembah Besoa dan Bada yang memiliki pembangkit listrik kecil tenaga air yang dapat memenuhi kebutuhan listrik Desa Doda dan Tuare. Penilaian harus dibuat terhadap kelayakan pemanfaatan Sungai Lariang untuk penyedia energi listik tegangan tinggi. Dengan anak-anak sungai berendapan rendah untuk pembangkit tenaga listrik akan mengurangi kebutuhan kabel listrik berjarak jauh yang dapat saja rusak akibat tanah longsor dan penurunan daya listrik karena kebocoran transmisi dan daya tahan listrik.
Peningkatan jumlah penduduk, dibarengi dengan keinginan terus-menerus untuk modernisasi akan meningkatkan kebutuhan tenaga listrik di pedesaan. Permintaan ini dapat dipenuhi oleh investasi jangka panjang dan ekstensif dari jaringan listrik lokal. Instalasi dari pembangkit listrik bertenaga air yang berbasis di desa dapat menjadi salah satu solusi dengan tingkat polusi rendah, misalnya di Lembah Besoa dan Bada yang memiliki pembangkit listrik kecil tenaga air yang dapat memenuhi kebutuhan listrik Desa Doda dan Tuare. Penilaian harus dibuat terhadap kelayakan pemanfaatan Sungai Lariang untuk penyedia energi listik tegangan tinggi. Dengan anak-anak sungai berendapan rendah untuk pembangkit tenaga listrik akan mengurangi kebutuhan kabel listrik berjarak jauh yang dapat saja rusak akibat tanah longsor dan penurunan daya listrik karena kebocoran transmisi dan daya tahan listrik.
Potensi Sungai lariang dari segi pariwisata adalah arung
jeram. Paket wisata arung jeram pernah diusahakan di Sungai Lariang
oleh pengusaha adventure dari Sulawesi Selatan namun sekarang tidak jalan
lagi. Kandungan emas di sungai ini juga menarik
sebagian masyarakat untuk mendulang emas secara tradisional walaupun
tidak banyak orang yang melakukannya.
(dari berbagai sumber, lenterasulawesi)
No comments:
Post a Comment
Komentar