Cari di Blog Ini

Followers

Thursday, April 28, 2016

Fenomena Luapan Sungai Lariang di Kabupaten Mamuju Utara?

Baca Juga

http://lenterasulawesi.blogspot.co.id/2016/04/fenomena-luapan-sungai-lariang-di_28.html
Ilustrasi sebab banjir dan luapan Sungai Lariang versi lenterasulawesi     (dok:LS)

Mamuju Utara - Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak, begitulah situasi yang terjadi pada masyarakat Kabupaten Mamuju Utara (Matra), Sulawesi Barat (Sulbar) pada rentang waktu Maret hingga April 2016 ini. Penyebabnya adalah luapan Sungai Lariang yang telah menggenang dan menggerus pada tiga kecamatan, Kecamatan Tikke Raya, Bulutaba dan Kecamatan Lariang. Seperti yang dilansir oleh konfrontasi.com, informasi yang dihimpun dari  Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) menyebutkan banjir yang melanda Kabupaten Matra tersebut adalah kiriman dari hulu Sungai Lariang di wilayah Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng).

Menurutnya BPBD Matra, tiga kecamatan yang terkena imbas banjir tersebut diperparah oleh akibat jebolnya tanggul milik sebuah perusahan sawit yang kemudian diketahui adalah salah satu anak perusahaan PT Astra Agro Lestari (AAL). Ini menyebabkan terendamnya ratusan rumah warga dan sejumlah fasilitas umum lainnya, seperti jalan desa dan gedung sekolah dasar serta ratusan hektar sawah dan kebun milik warga yang siap panen.

Fenomena banjir dan luapan air Sungai Lariang di Kabupaten Matra, berdasarkan hasil infomasi yang dipulung dari warga setempat telah terjadi pasca era tahun 1990-an, jadi  telah berlansung lebih dari 10 tahun. Namun hingga saat ini, setelah ratusan hektar lahan masyarakat, termasuk lahan-lahan pemerintah setempat ikut tergerus air, belum ada kebijakan tepat dan berdayaguna yang dapat  mengantisipasi ganasnya Sungai Lariang.
Luapan Sungai Lariang yang meluber hingga ke Kabupaten Matra, Sulbar dan menjadi kecemasan massal bila dibiarkan berlarut – larut, memang bukan masalah kecil dan hanya sekedar sungai yang banjir. Tetapi lebih dari itu, karena beberapa fakta yang perlu dicatat, misalnya pada batas Provinsi Sulawesi Barat - Sulawesi Tengah di Desa Taviora Kecamatan Rio Pakava, Kabupaten Donggala dan Desa Lariang, Kecamatan Tikke Raya, Mamuju Utara, sugguh sangat memiriskan oleh hancurnya kawasan hutan di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Lariang. Paling tidak, sekitar 40 hingga 50 unit penggergajian yang setiap hari melakukan aktivitas perambahan hutan secara sistematis, massif dan terstruktur. Hingga tidak mengherankan setiap tahun, luapan Sungai Lariang menggenangi desa-desa yang ada di wilayah Kab. Mamuju Utara, seperti, Desa Kulu, Bambakoro, Karya Bersama dan desa-desa lainnya hingga muaranya di Selat Makassar.

Selain penggergajian kayu secara terus menerus di sepanjang aliran Sungai Lariang, keberadaan perkebunan besar sawit yang juga membentang di sepanjang sungai turut  mewarnai bantaran Sungai Lariang, di wilayah Kabupaten Mamuju Utara. Refrensi yang didapatkan, ada dua perusahaan perkebunan besar sawit di Mamuju Utara, yaitu PT. Astra Agro Lestari (AAL) dengan anak perusahaan PT. Pasangkayu, PT. Mamuang, PT. Lettawa, PT. Lestari Tani Teladan dan  PT. Unggul Widya Teknologi Lestari (UWTL). Kedua perusahaan besar ini memiliki luasan areal hingga puluhan ribu hektar.

Luas areal Hak Guna Usaha (HGU) yang dimiliki perusahaan perkebunan besar sawit tersebut memang cukup mencengangkan karena menurut sumber pada Dinas Kehutanan Mamuju Utara, dari total luas Kabupaten Mamuju Utara 304. 375 Ha, sebanyak 37% telah dibebaskan untuk HGU, tanah milik masyarakat dan tanah milik pemerintah, dari 37% tersebut, 90% adalah HGU yang dikelolah oleh perkebunan besar sawit. Jadi perbandingan tingkat kemungkinan perusakan alam antara pemilik HGU dengan masyarakat, 90% berbanding 10%. Untuk data ini sekedar bandingan dan perlu diupdate serta dikaji ulang validitasnya.

Sebagai catatan tambahan bahwa letak geografis wilayah Sungai Lariang, adalah salah satu wilayah sungai lintas provinsi yang berada di Provinsi Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. Total luas wilayah sungai Lariang adalah 14,550 km², dan DAS Lariang salah satu DAS utama di WS Palu Lariang dengan luas keseluruhan daerah pengaliran sungai sebesar 7.069 km² atau sekitar 49 % dari luas total Wilayah Sungai Palu-Lariang, menjadikan DAS Lariang daerah aliran sungai terbesar di dalam Wilayah Sungai Palu-Lariang.

DAS Lariang yang terletak pada posisi geografis 1° 10’ LS – 2° 29’ LS dan 119° 16’ BT – 120° 31’ BT, berada di 3 provinsi, yaitu Provinsi Sulawesi Tengah, Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Sulawesi Barat. Hal tersebut menempatkan DAS Lariang sebagai DAS yang memiliki kompleksitas pengelolaan yang lebih besar dari DAS-DAS atau WS lainnya dalam WS Palu-Lariang, meskipun prosentase terbesar DAS Lariang berada di Provinsi Sulawesi Tengah. Bagian hulu DAS Lariang terletak di dua provinsi, yaitu bagian selatan DAS Lariang berada di Provinsi Sulawesi Selatan (Kecamatan Masamba), sedang bagian utara dan tengah berada di Kecamatan Lore Utara dan Lore Tengah. Bagian tengah DAS Lariang terletak di Kecamatan Kulawi dan Kecamatan Pipikoro, sedangkan bagian hilir berada di Kecamatan Rio Pakawa dan Kecamatan Pasangkayu, Kabupaten Mamuju Utara Provinsi Sulawesi Barat.

Sungai Lariang terdiri dari sekitar 58 daerah sub–DAS dalam Taman Nasional Lore Lindu(TNLL).  Sungai Lariang membentuk formasi U dan menyusuri TNLL sepanjang sekitar 245 km dan merupakan sungai terpanjang di Sulawesi.  Wilayah DAS Lariang sebagian besar terletak di luar TNLL.  Hulu paling utara dan timur dari wilayah DAS ini berada dalam wilayah TNLL dekat desa Sedoa, kemudian aliran utama mengalir ke selatan menuju barat daya di sekitar ujung yang lebih rendah dari padaTNLL di dekat desa Tuare.   Sungai Lariang kemudian membelok ke arah barat dan mengikuti patahan Palu Koro sampai ke Lempelero, dimana Sungai Lariang bertemu dengan Sungai Haluo yang mengalir ke arah selatan. Pertemuan kedua sungai berubah alirannya ke arah barat ke kabupaten Mamuju Sulawesi Selatan dan bermuara ke Selat Makassar.

Sungai Lariang, walaupun tidak seekonomis dan sepenting sungai Gumbasa bagi masyarakat Palu, sungai ini mendukung kegiatan pertanian pada beberapa pemukiman penduduk seperti di daerah Torire, Lelio, Kolori, Pada, Kageroa, Tuare, Gimpu, dan beberapa desa lainnya  juga desa-desa yang berada di wilayah Sulawesi Selatan. Saat ini, air di wilayah ini belum dimanfaatkan secara intensif seperti sungai-sungai yang berada di sebelah utara TNLL. Sungai Lariang penting dalam memberikan pasokan air irigasi dan kebutuhan air minum bagi banyak desa kecil dan terpencil di wilayah ini.  Situasi ini tidak menutup kemungkinan akan berubah mengingat kepentingan ekonomi dari Sungai Lariang akan meningkat secara signifikan, khususnya setelah pengaspalan jalan dari Palu sampai  Gimpu.  

Peningkatan jumlah penduduk, dibarengi dengan keinginan terus-menerus untuk modernisasi akan meningkatkan kebutuhan tenaga listrik di pedesaan.  Permintaan ini dapat dipenuhi oleh investasi jangka panjang dan ekstensif dari jaringan listrik lokal.  Instalasi dari pembangkit listrik bertenaga air yang berbasis di desa dapat menjadi salah satu solusi dengan tingkat polusi rendah, misalnya di Lembah Besoa dan Bada yang memiliki pembangkit listrik kecil tenaga air yang dapat memenuhi kebutuhan listrik Desa Doda dan Tuare. Penilaian harus dibuat terhadap kelayakan pemanfaatan Sungai Lariang untuk penyedia energi listik tegangan tinggi.  Dengan anak-anak sungai berendapan rendah untuk pembangkit tenaga listrik akan mengurangi kebutuhan kabel listrik berjarak jauh yang dapat saja rusak akibat tanah longsor dan penurunan daya listrik karena kebocoran transmisi dan daya tahan listrik.

Potensi Sungai lariang dari segi pariwisata adalah  arung jeram.  Paket wisata arung jeram pernah diusahakan  di Sungai Lariang oleh pengusaha adventure dari Sulawesi Selatan namun sekarang tidak jalan lagi.    Kandungan emas  di  sungai ini juga menarik sebagian  masyarakat untuk mendulang emas secara tradisional walaupun tidak banyak orang yang melakukannya.

(dari berbagai sumber, lenterasulawesi)



No comments:

Post a Comment

Komentar

Hak Cipta: @lenterasulawesi . Powered by Blogger.